Artikelyang akan kita bahas meliputi Pengertian Gerak Tari Secara Umum, Pengertian Seni Tari Menurut Para Ahli, Jenis Gerak Tari, Unsur Utama dalam Seni Tari, Bentuk Gerak Tari Berdasarkan Jumlah Penari, Macam-Macam Ragam Gerak Tari dan Gerak Dasar Tari untuk itu detailnya akan kita bahas berikut ini. Gerak Tari.
JawabanPRINSIP TRADISIONAL LEBIH MENGUTAMAKAN NILAI GUNA PRAKTIS YANG BERSIFAT UMUM NAMUN MASIH DI PENGARUHI NILAI-NILAI TRADISIONAL MAUPUN ADAT ISTIADAT membantu jgn lupa jadikan jawaban terbaik yah terimakasih
antaralain seperti yang ungkapkan oleh Sal Murgiyanto (1993: 12-13) bahwa: Bakat gerak maksudnya adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh seorang penari. Ia lebih mudah melakukan gerak sesulit apapun, sehingga gerak yang dilakukan terasa lebih mempesona penonton. Namun demikian bukan berarti bahwa hal ini merupakan satu-satunya
ABSTRAK Ketidakmampuan mengelola emosi dalam kehidupan membuat seseorang tidak dapat menghadapi permasalahan yang penuh tekanan. Teknik regulasi emosi sangat penting dalam kehidupan. Salah satu cara untuk mengolah emosi dengan belajar tari klasik gaya penelitian untuk mengetahui gambaran regulasi emosi penari tradisional tari klasik gaya Surakarta di UKM SENTRA UIN Raden Mas Said. Data penelitian adalah data kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Informan dalam penelitian ini diambil secara purprosive sampling sebanyak tiga penari putri dengan rentang usia 20-22 tahun. Sumber data berupa hasil dari wawancara semi terstruktur, observasi, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan analisis deskripsi berupa pemaparan uraian dan diolah dengan menggunakan software Hasil regulasi emosi di UKM SENTRA penari memiliki regulasi emosi yang baik berupa ketenangan diri, sabar, dapat beradaptasi dengan lingkungan baru, memiliki rasa empati yang baik, dan peka terhadap lingkungan. Informan menjadi lebih dapat memahami diri, percaya diri, memiliki kontrol diri yang baik, serta lebih bersemangat dalam menjalani hidup setelah tergabung dalam UKM SENTRA. ABSTRACT The inability to manage emotions in life makes a person unable to deal with stressful problems. Emotion regulation techniques are very important in life. One way to process emotions is to learn classical dance in the Surakarta style. The purpose of the study was to describe the emotional regulation of traditional dancers in classical dance in the Surakarta style at UKM SENTRA UIN Raden Mas Said. The research data is qualitative data with a phenomenological approach. Informants in this study were taken by purprosive sampling as many as three female dancers with an age range of 20-22 years. Sources of data are the results of semi-structured interviews, observations, and documentation. Data analysis used descriptive analysis in the form of descriptions and processed using software. The results of emotional regulation in UKM SENTRA dancers have good emotional regulation in the form of calm, patient, able to adapt to new environments, have a good sense of empathy, and are sensitive to the environment. Informants become more self-aware, confident, have good self-control, and are more enthusiastic in living life after joining UKM SENTRA. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Psychopolytan Jurnal Psikologi ISSN CETAK 2614-5227 VOL. 5 No. 2, Februari 2022 ISSN ONLINE 2654-3672 126 Sandy Tyas Nurma Islami –Regulasi emosi pada Penari Tradisional Tari Klasik Regulasi Emosi Pada Penari Tradisional Tari Klasik Gaya Surakarta Di Ukm Sentra Uin Raden Mas Said Sandy Tyas Nurma Islami 1, Dhestina Religia Mujahid 2 Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, UIN Raden Mas Said Surakarta Dusun IV, Pucangan, Kec. Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah sandytyas1 ABSTRAK Ketidakmampuan mengelola emosi dalam kehidupan membuat seseorang tidak dapat menghadapi permasalahan yang penuh tekanan. Teknik regulasi emosi sangat penting dalam kehidupan. Salah satu cara untuk mengolah emosi dengan belajar tari klasik gaya penelitian untuk mengetahui gambaran regulasi emosi penari tradisional tari klasik gaya Surakarta di UKM SENTRA UIN Raden Mas Said. Data penelitian adalah data kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Informan dalam penelitian ini diambil secara purprosive sampling sebanyak tiga penari putri dengan rentang usia 20-22 tahun. Sumber data berupa hasil dari wawancara semi terstruktur, observasi, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan analisis deskripsi berupa pemaparan uraian dan diolah dengan menggunakan software Hasil regulasi emosi di UKM SENTRA penari memiliki regulasi emosi yang baik berupa ketenangan diri, sabar, dapat beradaptasi dengan lingkungan baru, memiliki rasa empati yang baik, dan peka terhadap lingkungan. Informan menjadi lebih dapat memahami diri, percaya diri, memiliki kontrol diri yang baik, serta lebih bersemangat dalam menjalani hidup setelah tergabung dalam UKM SENTRA. Kata kunci Regulasi Emosi, Penari Tradisional, Triwira ABSTRACT The inability to manage emotions in life makes a person unable to deal with stressful problems. Emotion regulation techniques are very important in life. One way to process emotions is to learn classical dance in the Surakarta style. The purpose of the study was to describe the emotional regulation of traditional dancers in classical dance in the Surakarta style at UKM SENTRA UIN Raden Mas Said. The research data is qualitative data with a phenomenological approach. Informants in this study were taken by purprosive sampling as many as three female dancers with an age range of 20-22 years. Sources of data are the results of semi-structured interviews, observations, and documentation. Data analysis used descriptive analysis in the form of descriptions and processed using software. The results of emotional regulation in UKM SENTRA dancers have good emotional regulation in the form of calm, patient, able to adapt to new environments, have a good sense of empathy, and are sensitive to the environment. Informants become more self-aware, confident, have good self-control, and are more enthusiastic in living life after joining UKM SENTRA. Keywords Emotion Regulation, Traditional Dancer, Triwira PENDAHULUAN Mengekspresikan kekecewaan menggunakan amarah bukan sesuatu yang keliru untuk dilakukan manusia. Sebaliknya, ketika seseorang memendam emosi serta amarah, maka dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada individu. Meskipun baik akan tetapi emosi serta amarah juga perlu dikendalikan. Normal bagi manusia tetapi jika emosi berkepanjangan dan parah akan mengakibatkan terjadi gangguan kesehatan mental Sulaiman, Said, Habil, Rashid, & Siddiq et, al 2014. Penelitian yang berada di Eropa menyebutkan bahwa gangguan mental emosional berada pada posisi pertama dalam Disability Adjusted Life Years DALYs yaitu dengan angka 103,7/ DALYs Wittchen, 2011. Menurut hasil survei penduduk di Indonesia antar sensus terdapat 0,27 persen penduduk yang mengalami gangguan perilaku atau Psychopolytan Jurnal Psikologi ISSN CETAK 2614-5227 VOL. 5 No. 2, Februari 2022 ISSN ONLINE 2654-3672 127 Sandy Tyas Nurma Islami –Regulasi emosi pada Penari Tradisional Tari Klasik emosional, maka semakin bertambahnya usia semakin tinggi tingkat gangguan emosional Lokadata, 2015. Individu yang menggebu emosinya cenderung akan bertindak kasar terhadap orang lain, seperti memukul atau menendang, berkata kasar dan berdampak kurang percaya diri, tidak mudah bersosialisasi, serta merasa dirinya tidak berguna, selain itu individu juga akan mudah merasakan frustrasi, tekanan darah tinggi dan tertekan, hal tersebut dapat berdampak negatif untuk individu Ismail, 2017. Oleh karena itu, diperlukan regulasi emosi agar individu dapat memiliki managemen emosi yang baik dalam kehidupannya. Regulasi emosi merupakan proses untuk mengelola emosi yang dinginkan atau diharapkan, serta mengekspresikan emosi agar dapat mengurangi stress dan kecemasan, berkaitan dengan marah, penolakan, serta rasa takut Anwar, 2018. Ketika individu memiliki emosi yang stabil maka dapat mengendalikan emosinya dengan baik serta menyeimbangkan perasaan negatif dalam dirinya. Individu dapat mengolah emosi lebih objektif dan realistis dalam menganalisis permasalahannya dengan lebih baik. Sebaliknya ketika individu mempunyai emosi yang rendah maka akan timbul permasalahan yang tidak dapat di selesaikan oleh individu itu sendiri Aleem, 2017. Hal penting dalam regulasi emosi yaitu mengubah emosi negatif ke emosi positif yang akhirnya dapat memberikan manfaat pada diri sendiri maupun orang lain Zahrin, Mahmud, Kari, Omar, & Sawai, 2020. Menurut Sari dan Subandi 2015 cara untuk mengelola emosi yaitu dengan relaksasi yang bertujuan menurunkan tingkat ketegangan psikis maupun fisiologis akibat dari penyebab stres yang menekan serta menggantikannya dengan keadaaan relaks dan tenang. Relaksasi juga dapat mengurangi tingkat stres dengan menggunakan teknik relaksasi untuk meregulasi emosi serta fisik individu karena ketegangan, stres secara fisiologis, dan kecemasan. Teknik relaksasi dapat dilakukan dengan menggunakan seni tari Arini, Oetopo, Setiawati, Khairudin, & Nadapdap, 2008. Seni tari juga menjadi salah satu media dalam Dance Movement Therapy DMT yaitu bentuk dari terapi yang menggabungkan segi fisik, emosional, dan kognitif, serta sosial dalam pengobatan. Dance Movement Therapy DMT atau terapi gerakan tari merupakan pendekatan holistik menyeluruh perihal gangguan kejiwaan, yang mana menggabungkan bermacam bagian dari medis, psikologis, sosial dan spiritual atau religiusitas Levine & Land, 2016. Dance Movement Therapy melibatkan klien dalam mengeksplorasi fisik maupun verbal dari pengalaman individu yang dihasilkan dari interaksi berbasis gerakan. Dimana nantinya berhubungan dengan pikiran dan tubuh individu, yang mana gerakan tubuh sebagai bentuk refleksi atas emosi yang keluar dari dalam, sehingga terdapat perubahan dalam bentuk perilaku gerakan dapat juga merefleksikan dan merubah psikis Koch, Kunz, Lykou, & Cruz, 2014. Tari merupakan ungkapan dari ekspresi manusia, diubah oleh imajinasi, dibentuk melalui gerak menjadikan wujud gerak simbolis, menjadikan wujudan dari latihan-latihan, tari juga dipergunakan dalam mengembangkan kepekaan rasa, irama, dan gerak seorang penari Aston, 2006. Penari merupakan seseorang atau sekelompok orang yang melakukan gerakan tarian serta memiliki maksud dan tujuan tertentu di dalamnya terdapat perencanaan pengorganisasian supaya keindahan tari terbentuk ke dalam satu penyajian yang utuh Aston, 2006. Melalui perkembangannya penari dibedakan menjadi tiga yaitu penari tradisional, modern, dan kontemporer. Menurut Muryanto 2019 tari tradisional atau klasik merupakan tari yang lahir dari keraton Jawa atau kaum bangsawan disebut tari tradisional klasik karena hanya berkembang Psychopolytan Jurnal Psikologi ISSN CETAK 2614-5227 VOL. 5 No. 2, Februari 2022 ISSN ONLINE 2654-3672 128 Sandy Tyas Nurma Islami –Regulasi emosi pada Penari Tradisional Tari Klasik dalam lingkungan keraton tertentu serta memiliki pakem tarian yang tidak dapat dirubah atau dikreasikan secara bentuk tarian maupun penyajiannya. Penari tradisional merupakan visualisasi dari bentuk tubuh seseorang atau sekelompok yang melakukan gerak tari ritmis yang bertujuan agar keindahan tari terbentuk kedalam satu penyajian atau karya seni yang utuh sesuai dengan pakem tarian dengan pembawaan tari klasik Muryanto, 2019. Menurut Dwiyasmono 2013 tari memiliki tiga konsep yaitu wiraga, wirasa, dan wirama, agar terciptanya karya tari yang indah maka perlu terpenuhinya semua konsep tari. Semua konsep dalam tari haruslah penari memiliki dan menyatukan dengan jiwa maupun tubuh seorang penari, sebab media dalam tari yang paling utama adalah dirinya sendiri, untuk menyampaikan pesan melalui gerak. Oleh karena itu tubuh penari mengalami secara langsung. Menurut Sriyadi 2013 bahwa konsep tari tidak bisa ditinggalkan dalam kepenarian tari klasik gaya Surakarta, dikarena hal itu sebagai pijakan untuk melaksanakan tari Jawa. Wiraga berperan penting dalam pelaksanaan gerak tari seperti sikap gerak, adeg, dan penggunaan serta pengaturan tenaga untuk bergerak pada suatu tarian. Wirama mencakup gending gerak tari dan irama gending maupun suasana, dipergunakan pada iringan tari. Wirasa meliputi rasa antara gerak dan iringan, dalam proses seorang penari harus melakukan pengulangan supaya yang akan dicapai dapat terpenuhi. Dalam menari penari tidak hanya dituntut hafal gerak saja melainkan dituntut greget. Untuk mencapai semua itu perlunya proses panjang yang harus dilalui oleh seorang penari. Susanti 2011 menari pada dasarnya dapat mengurangi ketegangan, memberikan rasa relaks pada tubuh dan perasaan tenang yang di dapat oleh seorang penari, terkadang tubuh manusia sering gemetar karena, kurang percaya diri, tertekan, dan grogi. Susanti 2011 seorang penari apabila berhasil melalui dan menerapkan semua konsep tari dalam sebuah pertunjukan yang sudah melalui proses latihan secara sungguh-sungguh, maka dapat dikatakan seorang penari tersebut telah mencapai keberhasilan dalam pertunjukannya. Termasuk juga dalam hal proses regulasi emosi yang nantinya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari setiap individu atau penari, sehingga penari tersebut dapat memiliki regulasi emosi yang lebih baik. Ketika semakin bertambahnya usia maka akan berpengaruh juga pada emosi yang ada dalam diri seseorang. Emosi yang dimaksud yaitu emosi positif lebih dominan dibanding dengan emosi negatif atau seimbang, serta dapat mengelola emosi yang ada. Pada kenyataannya dilapangan bahwa penari sudah masuk diusia dewasa masih belum dapat mengelola emosi dengan baik dan seimbang, yang mana penari memiliki regulasi emosi yang rendah. Regulasi yang rendah memiliki ciri-ciri sensitif, cemas, panik, harga diri rendah, gelisah, moody, kurang dapat mengontrol diri dan tidak memiliki kemampuan efektif dalam mengatasi stres Gunthert, Cimbolic, Cohen, Lawrence, & Armeli, 1999. Maka dari itu perlu adanya regulasi emosi, dimana media untuk meregulasi emosi salah satunya dengan menggunakan seni tari. Selama ini penelitian mengenai regulasi emosi pada penari tradisional masih sangat jarang dan penelitian tersebut dilakukan terlalu lampau maka peneliti ingin memperbarui penelitian yang sudah ada. Selain itu, saat ini tari klasik semakin banyak dilirik dan diminati oleh para pekerja seni karena mereka mulai memiliki kesadaran untuk melestarikan budaya tradisional seperti tari. Oleh karena itu, penelitian ini penting untuk dilakukan agar dapat memperoleh gambaran regulasi emosi yang dapat dilalukan dengan media tari klasik. Hal tersebut kemudian menjadi menarik untuk diteliti, maka melalui penelitian ini, peneliti ingin mengkaji bagaimana gambaran regulasi emosi penari tradisional tari klasik gaya Psychopolytan Jurnal Psikologi ISSN CETAK 2614-5227 VOL. 5 No. 2, Februari 2022 ISSN ONLINE 2654-3672 129 Sandy Tyas Nurma Islami –Regulasi emosi pada Penari Tradisional Tari Klasik Surakarta di UKM SENTRA UIN Raden Mas Said. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran regulasi emosi penari tradisional tari klasik gaya Surakarta di UKM SENTRA UIN Raden Mas Said. METODE Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi karena peneliti ingin mengkaji bagaimana gambaran regulasi emosi pada penari tradisional tari klasik gaya Surakarta di UKM SENTRA UIN Raden Mas Said. Informan dalam penelitian ini dipilih secara proposive sampling dengan beberapa kriteria informan merupakan anggota UKM SENTRA dan mengikuti proses latihan tari klasik gaya Surakarta, serta informan memiliki regulasi emosi yang rendah. Regulasi yang rendah memiliki ciri-ciri sensitif, cemas, panik, harga diri rendah, gelisah, moody, kurang dapat mengontrol diri dan tidak memiliki kemampuan efektif dalam mengatasi stres Gunthert, Cimbolic, Cohen, Lawrence, & Armeli, 1999. Melalui pra penelitian, informan memiliki ciri-ciri regulasi yang rendah seperti mudah berubah mood moodyan, mudah marah, panik, kurang percaya diri, minder, berpikir pendek, kurang tenang, ketakutan dalam diri, takut dinilai orang, egois, kurang beradaptasi dengan lingkungan sekitar, serta tertutup. Penelitian ini melibatkan tiga orang informan dan empat significant other. Menurut Sugiyono 2013 metode purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan menggunakan pertimbangan tertentu sehingga peneliti lebih mudah menjelajahi suatu objek atau situasi sosial yang diteliti. Pengumpulan data penelitian menggunakan wawancara semi terstruktur sebagai data utama, agar dapat menggali berbagai aspek kehidupan informan secara utuh dan mendalam. Serta adanya observasi non partisipan, dan dokumentasi sebagai data pelengkap. Analisis data penelitian dimulai dengan mendiskripsikan pengalaman personal dengan fenomena yang sedang dipelajari, selanjutnya membuat daftar pernyataan penting, setelah itu mengambil pernyataan penting yang akan dikelompokkan menjadi unit atau tema dan menuliskan diskripsi tekstural mengenai apa yang dialami dari pengalaman informan serta mendiskripsikan deskripsi struktural mengenai bagaimana pengalaman tersebut terjadi atau berlangsung. Verifikasi dan kredibilitas penelitian dilakukan dengan member checking, triangulasi serta diskusi. Analisis data juga dibantu aplikasi versi 9 supaya memudahkan peneliti dalam memanggil kembali data primer penelitian. Penelitian ini dilakukan atas persetujuan dari semua informan dan informan dalam penelitian ini dirahasiakan data identitas dengan menginisalkan data diri informan. HASIL Informan Muna Informan merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dengan memiliki dua orang kakak perempuan. Informan berusia 22 tahun, sekarang tinggal dikos dekat kampus. Hubungan informan dengan keluarga kurang begitu akrab selain dengan ayahnya, karena ayah menurut informan yang dapat mengerti informan ketika dirumah. Sekarang informan berpisah dengan keluarganya untuk melanjutkan pendidikan di Surakarta. Selama di Surakarta, informan memiliki sahabat dekat berinisial DL yang senantiasa menemani informan saat suka maupun duka dan kemana pun selalu bersama DL. Informan mendalami dunia seni tari sejak melanjutkan pendidikan di kampus UIN Raden Mas Said tahun 2017. Informan di kampus bergabung dengan salah satu unit kegiatan mahasiswa yang bergerak dalam pengembangan minat dan bakat di bidang seni tari tradisi Psychopolytan Jurnal Psikologi ISSN CETAK 2614-5227 VOL. 5 No. 2, Februari 2022 ISSN ONLINE 2654-3672 130 Sandy Tyas Nurma Islami –Regulasi emosi pada Penari Tradisional Tari Klasik yang bernama UKM SENTRA. Informan mulai bergabung ketika adanya UKM Fire yang merupakan serangkaian kegiatan dari PBAK Pengenalan Baru Akademik Kampus. Saat UKM Fire berlangsung, UKM SENTRA menyuguhkan penampilan menarinya yang sangat estetik dengan perpaduan tarian Nusantara, membuat informan berfikir ulang untuk mempelajari seni tari, dan memiliki keinginan supaya mampu mengontrol emosi maupun mengolahnya melalui wadah seni tari di UKM SENTRA agar bisa tersalurkan dengan baik serta memiliki kontrol emosi yang lebih baik, maka dari itu informan mendaftarkan diri bergabung dengan organisasai ini. Selama bergabung dengan UKM SENTRA informan mendapatkan tarian Nusantara dari berbagai pulau, tetapi selama berproses di SENTRA dan berkuliah, informan juga mendapatkan berbagai kendala masalah yang datang kepada informan. Dimana dengan regulasi emosi informan yang rendah membuat informan kesulitan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada. Informan yang kurang percaya diri, dan kurang tenang dalam bertindak serta kurang dapat mengontrol emosinya membuat informan merasa kesal dengan dirinya, hal itu mengakibatkan informan merasa tidak berguna dan menutup diri dari lingkungan sekitar. Sehingga membuat orang yang ada disekeliling informan juga ikut menanggung dampak dari emosi informan. Hal tersebut akhirnya membuat informan kesal dengan dirinya mengapa informan tidak dapat mengontrol emosinya ketika emosi. Maka dari itu informan bercerita dengan pelatih tari di SENTRA dan disarankan mencoba mengolah emosi dengan ikut bergabung latihan tari klasik gaya Surakarta yang sangat bertolak belakang dengan basic awal informan. Informan memiliki basic tari lebih ke Jawa Timuran, Jaipong yang gagah, energik dan licah, sedangkan untuk tari klasik gaya Surakarta memiliki karakter yang lembut dan berwibawa. Hal tersebut membuat informan harus bisa cepat mengikuti setiap tahap latihan dari tari klasik gaya Surakarta, yang mana gerakan, musik yang sangat berbeda dengan tarian Nusantara dari daerah lainnya. Informan Amara Informan merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dengan memiliki adik laki-laki berusia 16 tahun dan duduk di bangku sekolah menengah atas. Saat ini informan berusia 21 tahun dengan kegiatan keseharian menjadi mahasiswa. Informan memiliki hubungan yang kurang begitu harmonis dengan orang tuanya serta lebih tertutup atas apa yang dilaluinya kepada orang tuanya, dikarenakan informan dididik dari kecil untuk tidak mudah mengeluh, tidak mudah menyerah. Hal itu juga berdampak pada kehidupan informan yang tertutup sehingga apapun yang dirasakan informan baik marah, sedih yang berkaitan dengan emosi dalam diri tidak dapat diekspresikan keluar sehingga semua dipendam sampai menemukan tempat atau objek untuk pelampiasan. Dampak dari semua itu menjadikan informan kurang percaya diri seperti sulit dalam menyampaikan atau menggungkapkan pendapatnya dan tidak percaya pada kemampuan diri informan, kontrol emosi yang kurang sehingga informan lebih mudah marah kepada orang yang ada disekitar, terlebih di luar rumah. Informan juga sering panik membuat sulit beradaptasi dan mengatur waktu. Ketika dihadapkan pada suatu permasalahan informan akan terbawa emosi tanpa difikir terlebih dahulu. Saat mengambil keputusan informan tidak memikirkan dampak dari keputusannya, sehingga terkadang informan dan lingkungan sekitarnya yang menanggung semua. Psychopolytan Jurnal Psikologi ISSN CETAK 2614-5227 VOL. 5 No. 2, Februari 2022 ISSN ONLINE 2654-3672 131 Sandy Tyas Nurma Islami –Regulasi emosi pada Penari Tradisional Tari Klasik Selepas adanya permasalahan tersebut berpengaruh pada aktivitas sehari-hari informan dan dalam melakukan sesuatu informan akan kurang tenang dalam bertindak, serta tidak ikhlas dalam melakukannya. Setiap ada permasalahan informan lebih suka membagikan cerita keluh-kesah ke sahabatnya yang berinisial NKN dari pada orang tuanya, karena menurut informan sahabatnyalah yang lebih dapat mengerti keadaannya. Informan saat ini masih menjadi salah satu mahasiswi di kampus UIN Raden Mas Said dan bergabung dengan organisasi yang bergerak dalam pengembangan minat dan bakat di bidang seni tari yaitu UKM Seni Tari Tradisi SENTRA. Selama bergabung di SENTRA informan menyadari bahwa emosi yang ada dalam dirinya perlu diolah karena informan merasa diusianya yang saat ini, informan masih memiliki pengolahan emosi yang rendah, maka dari itu informan bergabung dengan mengikuti latihan rutin tari klasik gaya Surakarta bersama Ge selaku assisten pelatih dan yang mendampingi latihan selama ini. Adapun faktor yang mendasari informan bergabung mengikuti latihan rutin tari klasik gaya Surakarta adalah informan ingin lebih mendalami seni tari gaya Surakarta, dan adanya keinginan untuk mengolah emosinya menjadi lebih baik lagi, karena informan sadar bahwa emosi yang ada dalam dirinya perlu adanya pengolahan. Informan Mawar Informan merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dengan memiliki satu adik laki-laki. Informan di rumah tinggal bersama adik laki-lakinya, dikarenakan kesibukan orang tua yang bekerja membuat informan dan orang tuanya kurang adanya waktu luang sekedar untuk berkumpul. Kurangnya perhatian dari orang tua membuat informan merasa kekosongan dalam dirinya, hal tersebut membuat informan sering marah, mudah tersinggung, kurang percaya diri dan tertutup dengan lingkungan baru sehingga lebih sulit untuk cepat beradaptasi, serta dengan lingkungan yang baru informan lebih diam dan memperhatikan saja. Informan tidak berani menyampaikan pendapat di lingkungan yang baru sehingga membuat informan panik ketika dimintai untuk menyuarakan pendapat dan dihadapkan pada suatu keadaaan yang mengharuskan informan untuk berpendapat atau berreaksi. Permasalahan yang sering informan alami selain terkait emosi yaitu terkait kuliah dan finasial. Gambaran ketika informan emosi yaitu marah dan meninggalkan tempat permasalahan, serta tidak peduli dengan keadaan disekitarnya. Tindakan yang ia lakukan setelah mengetahui permasalahan yang pertama adalah marah, berkata kasar, dan terkadang ketika sudah marah sekali barang yang informan bawa, akan dilempar atau jatuhkan dengan sengaja. Usia informan 20 tahun dan sekarang tengah menjalani proses belajar di bangku perkuliahan. Informan memiliki sahabat dekat berinisial RWA yang merupakan sahabat tempat informan bercerita mengenai permasalahan yang sedang dihadapi informan. Tahun 2019 saat informan belum melaksanakan PBAK Pengenalan Baru Akademik Kampus informan sudah mencari-cari informasi terkait organisasi apa saja yang ada di kampus UIN Raden Mas Said, serta kegiatan apa saja yang akan di laluinya. Berawal dari sini informan terus mencari informasi terkait organisasi yang sesuai dengan diri informan, sebelum berlangsungnya PBAK dan berakhir dengan mengumpulkan beberapa organisasi yang menarik perhatian informan. Tepat ketika PBAK berlangsung terdapat sesi dimana adanya orasi dari setiap organisasi kampus baik UKM, UKK, Ormawa fakultas, informan tertarik dengan satu organisasi yaitu UKM SENTRA. Organisasi tersebut bergerak dalam pengembangan minat dan bakat di bidang seni tari, karena memang informan ingin mengembangkan potensi yang ada dalam diri informan. Psychopolytan Jurnal Psikologi ISSN CETAK 2614-5227 VOL. 5 No. 2, Februari 2022 ISSN ONLINE 2654-3672 132 Sandy Tyas Nurma Islami –Regulasi emosi pada Penari Tradisional Tari Klasik Alasan yang menjadi faktor informan mengikuti latihan tari klasik gaya Surakarta yaitu keinginan informan untuk bisa menari gaya Surakarta, dan ingin memperdalam lagi juga mengembangkan potensi diri khususnya tari klasik Surakarta, dan adanya keinginan mengolah emosi dengan media seni tari. Selain itu informan suka melihat seorang penari menari dengan rasa yang sampai pada hati informan, dan menurut informan menari bisa membuat informan tenang. Ketika informan mengalami suatu permasalahan dan membutuhkan objek untuk bisa mengalihkan serta mengolah emosinya, menurut informan ia akan menuangkannya pada latihan tari sehingga setelah berakhirnya proses tari, harapan informan dapat memiliki pengolahan emosi yang baik. Informan sebelum bergabung latihan informan juga bercerita ke Ge mengenai informan yang sering marah, tersinggung, tidak percaya diri dan belum bisa mengontrol emosinya, dari cerita itu informan disarankan Ge yang melatih informan di SENTRA untuk melakukan relaksasi dengan mengikuti proses latihan tari klasik khususnya gaya Surakarta karena dalam tari banyak sekali yang bisa didapat terutama pada prosesnya. Ketika Proses Berlangsung Proses yang dilalui informan ada tiga yaitu wiraga, wirama, wirasa, yang mana wiraga terdapat dua proses besar meliputi olah tubuh dan olah gerak, wirama meliputi tempuk gending dengan gerak, wirasa yaitu olah rasa dengan metode meditasi. Proses dalam olah tubuh meliputi pemanasan, olah pernafasan, ketahanan tubuh dimana dimulai dari kepala sampai kaki, cium lutut, cium kaki, kayang, split dan gerakan pemanasan lainnya. Olah pernafasan terdapat sikap lilin dari posisi 90, 45, 35, 25 derajat dan kebalikan sampai 180 derajat, serta roll belakang, sedangkan untuk ketahanan tubuh melalui sit up, push up, lari. Biasanya dilakukan 2-4 set secara berulang dan bertahap INF 1 Muna W3257-282. Proses awal informan mengekspresikan emosi dalam dirinya dengan berteriak INF 1 Muna W3227-240, dimana menurut informan “....cium lutut, cium lantai, kayang, splite, dan itu benar-benar sakit......terakhir 25 derajat yang menurutku sendiri paling susah karena selama proses ini harus mengatur nafas dan menguji kekuatan otot perut...perut akan ditekan” INF 1 Muna W3264-282. Proses panjang ini informan menjadi lebih sabar. Pada olah gerak diajarkan mengenai dasar gerak tari dan semua dilakukan secara berulang sampai benar sesuai dengan pakem tari, yang mana pada proses cancer dan mendek menurut informan sangat berat karena diulang sampai berkali-kali hingga kaki informan ngapal dan pegal NF 1 Muna W3290-309. Setelah selesai maka informan diminta untuk presentasi gerakan baik di depan teman-teman maupun di tempat umum selain itu juga terdapat pengacakan tim penari sehingga informan juga harus cepat dalam beradaptasi. Mana kala proses tersebut membuat informan menjadi lebih sabar, percaya diri, dapat mengendalikan diri, tenang dalam bertindak, dan dapat beradaptasi INF 1 Muna W3 310-320. Proses yang kedua yaitu wirama atau tempuk gending yaitu pengsinkronisasian antara gending tari dengan gerak tari sehingga menjadi satu kesatuan dan selaras, yang mana tempo dari tari yang lembut dan lambat serta alunan gending yang merdu membuat informan memiliki ketenangan bertindak, berfikir cepat, bertindak tepat, fokus tujuan, ketenangan bertindak, berfikir jernih mana kala fokus saat proses sangat dibutuhkan apabila informan tidak fokus maka akan ketinggalan tempo tari dan harus mengulang semua dari awal hingga benar “....benar-benar ngepas antara musik, dan gerak, terkadang aku harus ngulang- Psychopolytan Jurnal Psikologi ISSN CETAK 2614-5227 VOL. 5 No. 2, Februari 2022 ISSN ONLINE 2654-3672 133 Sandy Tyas Nurma Islami –Regulasi emosi pada Penari Tradisional Tari Klasik ngulang sampai benar dan pegal tubuh ini ngulangnya.” INF1 Muna W3321-337 dari situ informan dapat mengolah emosinya. Tahap terakhir wirasa atau olah rasa yang mana menggunakan meditasi dalam prosesnya. Proses meditasi meliputi, pemfokusan pikiran, bernafas secara perlahan dan teratur, duduk tenang lalu memejamkan mata serta mendengarkan satu intruksi yang diberikan, terkadang juga mendengarkan musik membuat informan tenang, relaks, mengenal diri sendiri, lebih peka, lebih berempati. Manakala faktor lingkungan juga berpengaruh pada proses meditasi, yang mana dilakukan pada malam hari dengan suasana sepi, angin yang berhembus sepoi-sepoi, dan tempat terbuka membuat proses ini lebih menyatu dengan diri informan. Proses ini yang didapat informan seperti tenang, relaks, mengenal diri sendiri, lebih peka, dan lebih berempati INF 1 Muna W3340-371. Tahap setelah berakhirnya proses latihan yaitu pementasan, akan tetapi sebelum pementasan informan melakukan puasa sebagai wujud prihatin dengan maksud supaya Allah SWT memberikan kelancaran dan pertolongan kepada para penari. Puasa dilakukan supaya penari dapat lebih ikhlas, sabar dan dapat mengontrol dirinya, maupun emosinya. Semua proses panjang itu tidak akan menghianati hasil, jadi rasa informan ketika pentasan seperti tenang, enjoy, fellnya dapat, pesan yang ingin penari sampaikan pun juga sampai kepenonton INF 1 Muna W72-382. Berakhirnya proses maka informan mengaplikasian dari proses latihan rutin yang dilakukan informan dengan cara informan tetap berlatih dan menerapkan manfaat itu kediri informan secara konsisten, tetapi bukan hanya kediri informan saja, melainkan ke lingkungan sekitar informan juga, dengan informan dapat mengontrol emosinya itu cukup membantu ia agar tetap menjadi pribadi yang lebih baik dan tentunya seorang informan yang memiliki pengolahan emosi stabil tidak seperti dulu. Selain itu penerapan dari yang informan temui pada latihan tari di kehidupan sehari-hari seperti pola berfikir cerdas bertindak tepat tetapi tetap tanang dan memikirkan segala sesuatu yang akan terjadi dari tindakan informan, penerapan untuk selalu sabar dan tetap rendah hati, untuk mengenali kelamahan dan kelebihan diri informan, lebih mencintai diri informan, jadi ia juga harus tahu dimana titik terlemahnya dan bagaimana ia harus bangkit dan terus semangat menjalani hidup INF 1 Muna W3383-514. Informan Amara Informan Amara ketika proses latihan berlangsung emosi informan terkadang masih terbawa sampai tahap olah tubuh, setelah di tahap itu emosi informan mulai menurun, sehingga ia bisa fokus ke dalam latihan INF 2 Amara W3383-514. Proses latihan yang harus informan Amara lalui ada beberapa tahapan yang terdiri dari olah tubuh, olah gerak, tempuk gending dan olah rasa, dimana dari keempat tahapan tersebut informan harus lalui sampai tuntas agar informan mendapatkan hasil yang terbaik INF 2 Amara W3317-354. Pada tahap olah tubuh dan olah gerak menurut informan yang sangat membutuhkan banyak tenaga dan kesabaran INF 2 Amara W3425-438. “...Misal kaya pas olah tubuh dan gerak di awal gitu contohnya pas mendek, mendekkan harus sempurna itu kadang bisa terasa sakit kakinya kadang durasi mendek itu diulang sampai benar-benar sempurna, nah saat posisi itu aku harus fokus dan sabar maka lambat laun emosiku hilang dan digantikan dengan sabar sama nikmati proses” INF 2 Amara W3317-326 Psychopolytan Jurnal Psikologi ISSN CETAK 2614-5227 VOL. 5 No. 2, Februari 2022 ISSN ONLINE 2654-3672 134 Sandy Tyas Nurma Islami –Regulasi emosi pada Penari Tradisional Tari Klasik Tahap olah tubuh informan melakukan pemasaan atau peregangan otot, sendi, pernafasan pada seluruh organ tubuh supaya berfungsi dengan baik, untuk membentuk kualitas gerak dari ujung kepala sampai ujung kaki tanpa terkecuali, serta ada olah pernafasan agar nafas penari lebih teratur, ketahanan biasanya dengan lari, dasar tari dilakukan berjangka seperti contoh mendek lima menit hingga sepuluh menit dan berulang, jika penari tidak melakukan olah tubuh akan berakibat fatal seperti cidera serta tidak maksimalnya dalam proses latihan setelah selesai tahap olah tubuh INF 2 Amara W3326-354. Proses tahap kedua yaitu olah gerak dimana sebelum proses tahap ini, informan diberikan arahan gerakan dan filosofi tarian supaya memahami karakter tari yang akan dibawakan. Setelah diberikan arahan dan contoh gerakan informan diminta memperagakannya sesuai dengan karakter tariannya, biasanya diberikan bertahap untuk gerakannya sehingga informan bisa mengikutinya, apabila dari materi gerakan yang diberikan belum sempurna informan dalam memperagakan maka akan diminta untuk mengulangi sampai benar gerakan tersebut INF 2 Amara W3359-385. Gerakan yang sangat lambat dan lembut membuat informan sedikit kesulitan dalam memperagakannya dan mengharuskan informan untuk tetap sabar dan konsisten serta informan juga harus mengekspresikannya dengan tenang INF 2 Amara W3404-438. Setelah memperagakan informan diminta mempresentasikan di depan umum secara individu dan secara acak untuk kelompok, supaya informan dapat memiliki rasa percaya diri yang lebih dan dapat cepat beradaptasi dengan lingkungan maupun orang lain. Tahap selanjutnya wirama atau tempuk gending dimana gerak dan musik dipertemukan, maka tahap ini informan sudah harus memulai latihan kepekaan dengan gending-gending tari, yang mana jatuhnya gerak harus sesuai dengan jatuhnya ketukan gending, dan tidak diperbolehkan mendahului atau terlambat. Informan pada tahap ini fokus latihan dan mencoba untuk tetap berkonsentrasi agar ia tidak ketinggalan tempo musik dan gerakan tari serta ia berusaha untuk mengendalikan dirinya INF 2 Amara W3475-503. Tahap ini yang dirasakan informan. “....Kalau yang aku rasakan saat tahap tempuk gending, aku merasa lebih tenang karena musik gamelan jawa yang merdu dapat membuat suasana hatiku lebih rileks saat mendengarnya, terus ketika suasana hatiku ini berubah menjadi tenang, membuatku menjadi pribadi yang tidak terburu-buru, dan setiap tindakanku aku fikirkan dulu, jadi tidak asal-asalan dalam menentukan pilihan serta tindakan” INF 2 Amara W3481-490 Tahap yang terakhir dari proses latihan yaitu olah rasa dimana pada tahap ini informan diajak untuk meditasi, proses ini biasanya dilakukan dua sampai tiga kali dalam satu bulan apabila terjadi kendala waktu biasanya dilakukan satu sampai dua kali dalam satu bulan. Selama informan mengikuti latihan rutin tari klasik gaya Surakarta olah rasa ini dilakukan dua kali dalam satu bulan, dengan bertempat di alam terbuka saat malam hari, selain itu juga ada faktor pendukung keberhasilan olah meditasi biasanya tergantung dari Ge dan yang mendampingi latihan, untuk yang sudah dilalui informan selama proses itu seperti ia diminta untuk menenangkan diri terlebih dahulu, selanjutnya fokus pada satu titik suara, dan merelakskan tubuh INF 2 Amara W3 506-526. Proses ini informan merasa lebih tenang, lebih mengenal dirinya, sabar dan lebih berempati dengan sekitar, serta relaks sehingga dapat mengendalikan emosinya menjadi lebih baik lagi INF 2 Amara W3 527-544. Pengaplikasian setelah berakhirnya proses latihan rutin tari klasik gaya Surakarta, informan mengaplikasikannya ke dalam dirinya terlebih dahulu sebelum ke lingkungan sekitar. Informan mengaplikasikan dengan tetap berlatih tari secara konsisten, ia juga Psychopolytan Jurnal Psikologi ISSN CETAK 2614-5227 VOL. 5 No. 2, Februari 2022 ISSN ONLINE 2654-3672 135 Sandy Tyas Nurma Islami –Regulasi emosi pada Penari Tradisional Tari Klasik mengaplikasikan meditasi disetiap dua hari sekali ketika di rumah. Informan dengan lingkungan sekitar lebih empati dan dapat beradaptasi, melalui proses yang dilaluinya dan perubahan yang terjadi pada informan terkait regulasi emosi informan, ia sekarang lebih bahagia dan bersemangat menjalani hidup. Ia juga mengaplikasikan dengan cara tidak mudah marah, sabar, tenang dan difikirkan kembali sebelum ia bertindak atau mengambil keputusan INF 2 Amara W3 601-621. Informan Mawar Proses awal yang dilaluli informan Mawar yaitu olah tubuh dan olah gerak dimana dalam proses olah tubuh informan pemasaan atau peregangan otot, sendi, pernafasan pada seluruh organ tubuh supaya berfungsi dengan baik, untuk membentuk kualitas gerak. Pada proses tahap ini berlangsung informan mengeluarkan emosi dalam diri, supaya informan dapat fokus ke tahap selanjutnya dan emosi yang dibawa informan bisa terkurangi dengan cara meluapkannya di proses awal meskipun itu semua tidak serta merta langsung menghilangkan emosi informan sepenuhnya akan tetapi emosi yang sebelumnya memuncak akan mereda sehingga di tahapan selanjutnya emosi tersebut lama kelamaan akan menghilang dan tergantikannya dengan rasa tenang dalam diri informan INF 3 Mawar W3 243-298. Salah satu proses awal yang dirasakan informan “... Aku biasanya diminta untuk peregangan otot lanjutan seperti cium lutut, cium lantai...terus ada split sama kayang dan itu sungguh-sungguh sakit sekali mbak, biasanya aku njerit itu, seklaian aku keluarkan emosi yang masih terbawa sebelumnya, biar plong juga” INF 3 Mawar W3 260-268. Tahap setelah olah tubuh yang dilalui informan yaitu olah gerak dimana informan dituntun untuk lebih bisa mendalami setiap detail-detail gerakan yang ada dalam tari klasik gaya Surakarta, dengan gerakan yang lembut, halus ia harus dapat menyesuaikannya, informan juga menceritakan bahwa proses tahap ini ketika melakukan kesalah gerak, maka ia akan diminta mengulangi gerakan sampai benar sesuai dengan detail gerakan, sehingga proses ini membuat informan menjadi lebih sabar INF 3 Mawar W3 299-321. Selama proses latihan berlangsung informan juga diminta untuk mempresentasikan gerakan yang sudah di pelajari sebelumnya untuk dapat melanjutkan ketahap selanjutnya, hal ini harapannya selain informan hafal materi, ini merupakan salah satu cara melatih rasa percaya diri para penari serta cara beradaptasi dengan hal baru. Informan saat presentasi ia yang dulunya tidak percaya diri mau tidak mau harus memberanikan diri untuk presentasi mandiri individu di depan umum, sehingga lama kelamaan hal itu membuat informan menjadi percaya diri dengan kemampuan yang ia punya, selain itu informan juga harus dapat mengendalikan dirinya, karena gerakan yang dibawakan lebih lambat dan halus, maka ia juga harus menyesuaikan diri sesuai dengan karakter serta filosofi tari itu INF 3 Mawar W3 322-333. Tahap tempuk gending dimana proses tahap ini menurut informan yang sangat melelahkan dibandingkan tahapan proses sebelumnya karena informan harus tepat dan pas, apabila tidak maka informan akan diminta untuk mengulang hingga benar, terkadang satu kali latihan harusnya mendapat delapan hingga sepuluh gerakan untuk yang lain, karena terkadang informan tidak sempurna dalam tempo maka informan hanya mampu empat sampai enam saja, akan tetapi informan akan mengejar ketertinggalannya dengan berlatih di luar jam latihan rutin dengan merekam dan dikirim ke Ge untuk dikoreksi detail gerak dan temponya INF 3 Mawar W3 322-333. Psychopolytan Jurnal Psikologi ISSN CETAK 2614-5227 VOL. 5 No. 2, Februari 2022 ISSN ONLINE 2654-3672 136 Sandy Tyas Nurma Islami –Regulasi emosi pada Penari Tradisional Tari Klasik Proses tempuk gending yang dirasakan informan yaitu deg-degan, karena harus menyingkronkan tempo gending dengan gerak, serta mengharuskan informan untuk benar-benar fokus dan konsentrasi, sebab jika tidak berkonsentrasi maka informan akan ketinggalan tempo tari, jadi ketika ditahap ini informan sudah tidak memikirkan hal lain dan fokus ke latihan saja. Hal yang didapat informan pada proses ini seperti informan mendapatkan fokus tujuannya kembali, diajarkan untuk bisa mengendalikan diri informan, karena harus menyingkronkan antara gerakan tari dengan gending tari, sehingga informan harus mampu mengendalikan dirinya, serta harus tepat dalam bertindak sebab di sini ia juga dilatih secara tidak langsung untuk bertindak tenang dan berhati-hati INF 3 Mawar W3 357-412. Proses selanjutnya yang harus informan lalui yaitu olah rasa dimana pada tahap ini informan diajak untuk meditasi. Proses meditasi biasanya tergantung dari Ge dan yang mendampingi latihan. Proses yang sudah dilalui informan seperti, ia diminta untuk menenangkan diri terlebih dahulu, memejamkan mata selanjutnya fokus pada satu titik suara instruksi sugesti, dan merelakskan tubuh serta menyatukan diri dengan alam sekitar. Proses ini informan merasa lebih tenang, lebih mengenal dirinya, sabar dan lebih empati dengan sekitar, serta relaks sehingga dapat mengendalikan emosinya menjadi lebih baik lagi. Selain itu adanya faktor pendukung suasana, kondisi lingkungan, dan media musik ataupun lilin INF 3 Mawar W3 425-459. Akhir adri proses informan juga diminta untuk berpuasa dua hari sebelum pementasan, tepatnya h-1 dan hari H, apabila penari tidak mampu maka dapat melalukan puasa selama satu hari. Supaya informan menjadi lebih tenang dan sabar selain dengan proses panjang informan juga dibantu dengan nilai-nilai religi yang ditanamkan dalam tari INF 3 Mawar W3 334-342. Informan setelah berakhirnya proses latihan rutin tari klasik gaya Surakarta terdapat perubahan dalam hal regulasi emosi yang baik seperti lebih plong, tenang, relaks, sabar, dan tidak panik, informan juga lebih percaya diri, memiliki rasa empati yang tinggi dibandingkan sebelumnya yang tidak peduli dengan sekitar, lebih difikirkan dahulu sebelum bertindak, dan sekarang ia sudah dapat beradaptasi dengan hal baru, jika marah informan dapat meredam dan mengontrolnya berbeda dari yang sebelumnya. Setelah proses berakhir informan juga menuturkan bahwa emosinya lebih terkontrol dan menjalani hidup lebih ringan, serta bersemangat dari sebelum-sebelumnya karena dulu ketika informan sudah ada beban diawal yang membuat mood maupun perasaannya hancur maka dalam kehidupannya terasa berat dan tidak bersemangat INF 3 Mawar W3 610-720. Pengaplikasian dari proses yang sudah informan lalui ke dalam dirinya yaitu dengan tidak bertindak gegabah, lebih selektif lagi dalam menerima informasi, sabar dan harus tenang ketika dihadapkan pada suatu permasalahan, ketika sedih atau stress informan menerapkan meditasi mandiri dirumah atau di tempat yang mendukung untuk ia melakukan meditasi, agar proses yang sudah dilaluinya saat latihan rutin tidak sia-sia percuma tanpa ia terapkan didirinya. Sedangkan untuk emosi informan ketika menghadapi suatu permasalahan setelah menerapkan proses latihan rutin tari ia lebih tenang, lebih sabar, ia akan memfikir terlebih dulu dan tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan, dan lebih berhati-hati dalam bertindak apakah yang ia ambil memiliki resiko yang besar untuk orang-orang disekitarnya serta dampak itu berjangka panjang atau tidak INF 3 Mawar W3 723-740. Psychopolytan Jurnal Psikologi ISSN CETAK 2614-5227 VOL. 5 No. 2, Februari 2022 ISSN ONLINE 2654-3672 137 Sandy Tyas Nurma Islami –Regulasi emosi pada Penari Tradisional Tari Klasik Gambar proses regulasi emosi ketiga informan DISKUSI Regulasi emosi adalah proses yang memiliki tujuan untuk mengatur serta mengelola emosi yang diinginkan serta bagaimana mengalami dan mengekspresikan emosi agar dapat mengurangi stres pada individu Anwar, 2018. Hal ini sejalan dengan ketiga informan dalam mengolah emosi menggunakan media seni tari khususnya tari klasik gaya Surakarta, yang mana dalam proses tari semua informan dapat mengekspresikan emosi yang ada dalam dirinya sehingga dapat mengurangi ketengangan yang ada, serta dapat mengatur maupun mengelola emosi menjadi lebih baik dari sebelumnya. Regulasi emosi ketiga informan sebelum mengikuti latihan rutin tari klasik gaya Surakarta yang rendah seperti mood yang sering berubah-ubah moodyan, panik, kurang tenang dalam bertindak, kurang dapat beradaptasi dengan lingkungan yang baru, kurang percaya diri dan mudah marah sensitif, merasa dirinya tidak berguna, stress tertekan dan kurangnya kontrol diri. Regulasi yang rendah dicirikan dengan memiliki kepribadian neuroticism memiliki ciri-ciri sensitif, cemas, panik, harga diri rendah, gelisah, moody, kurang dapat mengontrol diri dan tidak memiliki kemampuan efektif dalam mengatasi stres akan menunjukkan regulasi emosi yang rendah Gunthert, Cimbolic, Cohen, Lawrence, & Armeli, 1999. Dimana ciri-ciri tersebut lebih dari 4 terdapat pada diri informan, yang mana menandakan ketiga informan belum memiliki regulasi yang baik. Sabar, peka, berempati, dapat beradaptasi, memiliki kontrol diri, lebih terbuka dan memahami diri sendiri, tenang, percaya diri, tidak mudah putus asa dan semangat dalam menjalani kehidupan, memiliki banyak teman, dapat menyampaikan isi hati keluar, rasa bangga dan berpikir jangka panjang. Keterangan *Dilakukan oleh Muna & Mawar *Amara tidak melakukan puasa dikarenakan tidak melaksanakan pementasan proses serta konsisten berlatih Pola Asuh Otoriter, Dimanja, Permisif Management waktu yang buruk Regulasi emosi yang rendah Rendah diri karena kondisi SENTRA dalam latihan tari klasik gaya Surakarta wiraga, wirama, wirasa *Puasa sebagai wujud prihatin Psychopolytan Jurnal Psikologi ISSN CETAK 2614-5227 VOL. 5 No. 2, Februari 2022 ISSN ONLINE 2654-3672 138 Sandy Tyas Nurma Islami –Regulasi emosi pada Penari Tradisional Tari Klasik Gross 2014 faktor-faktor regulasi emosi ada 5 yaitu usia dan jenis kelamin, religiusitas, kepribadian, pola asuh, budaya. Adapun dari data lapangan bahwasannya yang melatarbelakangi informan memiliki regulasi yang rendah yaitu faktor pola asuh, yang mana pada ketiga informan bahwasannya pola asuh dan kondisi keharmonisan keluarga kurang, seperti informan Amara pola asuh orang tua yang otoriter, informan Muna pola asuh yang sering dimanja dan informan Mawar pola asuh orang tua yang tidak terlibat. Brown 2011 berpendapat bahwa ketidakmampuan individu dalam hal regulasi emosi ketika peristiwa dalam kehidupan penuh tekanan berakibat pada tertundanya perkembangan perilaku sosial serta fungsi individu dalam suatu keluarga maupun masyarakat. Selain itu faktor budaya juga melatarbelakangi regulasi emosi seperti pada informan Muna yang mana terdapat perbedaan kultur budaya daerah. Menurut Anggraini dan Desiningrum 2018 dalam penelitiannya bahwa beradaptasi dengan lingkungan yang jauh berbeda kultur budaya dengan sebelumnya akan semakin sulit dalam penyesuaian diri, disini kemampuan regulasi emosi menjadi kekuatan untuk dapat diterima secara sosial di lingkungan baru. Informan memutuskan untuk bergabung dengan latihan tari klasik gaya Surakarta, yang mana faktor budaya juga memiliki peran besar dalam suatu proses regulasi emosi. Menurut Pamardi, Haryono, Soedarsono, dan Kusmayati 2014 tari klasik gaya Surakarta memiliki gerakan yang lembut dan berwibawa dibandingkan dengan tarian tradisional lainnya. Sehingga dalam hal konsep tari akan dapat mengolah emosi penari lebih baik. Dalam proses latihan tari klasik gaya Surakarta terdapat konsep tari yang harus terpenuhi yang biasa disebut tri wira. Dwiyasmono 2013 konsep seni tari tradisi gaya Surakarta yang biasa di sebut dengan tri wira adalah wiraga, wirasa, dan wirama. Ketika proses wiraga yaitu gerak, dimana proses wiraga dalam latihan terdapat dua kesatuan yaitu olah tubuh dan olah gerak, yang mana melalui proses tersebut membuat ketiga informan belajar arti kesabaran, keikhlasan, rasa percaya diri, kontrol diri serta dituntut untuk dapat dengan cepat beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Proses yang dilalui seperti pemanasan, olah pernafasan, ketahanan, dan olah gerak, dari proses tersebut digunakan ketiga informan untuk mengeluarkan dan mengekspresikan segala emosi yang ada dalam diri informan sehingga bisa tersalurkan dan terolah dengan baik, serta adanya pengulangan dari setiap proses yang ada. Menurut Filar dan Mierzwa 2016 bahwa latihan tari atau dance therapy dapat membantu meningkatkan ketrampilan keseimbangan. Sejalan dengan hasil lapangan untuk proses wirama dapat mengajarkan ketenangan, bertindak tepat, tenang, serta dapat berfikir panjang dan berhati-hati dalam mengambil suatu keputusan. Manakalanya proses wirama untuk mengolah emosi yaitu dengan memadukan musik dengan gerak yang sudah didapat sebelumnya supaya menjadi suatu kesatuan, dalam wirama ini tempo gending dan gending gamelan Jawa merdu dapat mempengaruhi pengolahan emosi ketiga informan serta pengulangan proses untuk melatih ketepatan informan. Sejalan dengan hal tersebut menurut Indrawati 2018 dalam penelitiannya bahwa dengan mendengarkan musik relaksasi dapat berpengaruh pada penuruan kecemasan. Menurut Haryadi dan Fardan 2015 dalam penelitian yang sudah dilakukannya bahwa terdapat perubahan yang signifikan terhadap regulasi emosi setelah diperdengarkan musik klasik. Wirasa dari data lapangan didapat ketenangan, relaks, sabar, empati, dapat memahami diri setiap informan. Sejalan dengan hasil yang didapat pada proses olah rasa menggunakan media meditasi Contoh proses dalam meditasi yaitu informan diminta untuk menenangkan dirinya, mengatur nafas secara teratur, dibantu juga dengan gending gamelan Jawa yang Psychopolytan Jurnal Psikologi ISSN CETAK 2614-5227 VOL. 5 No. 2, Februari 2022 ISSN ONLINE 2654-3672 139 Sandy Tyas Nurma Islami –Regulasi emosi pada Penari Tradisional Tari Klasik berintonasi rendah serta intruksi sugesti yang diberikan saat proses berlangsung. Didukung oleh suasana lingkungan yang sepi dan hening. Menurut Sarwono 2013 meditasi adalah media untuk pemusatan fikiran pada satu titik secara terus menerus. Selain itu menurut Tristaningrat 2020 dalam penelitiannya bahwa meditasi memiliki banyak manfaat untuk kehidupan, sebab melalui meditasi dapat memperoleh kedamaian, sehat, dan bahagia lahir maupun batin, serta meditasi dapat meningkatkan resiliensi dan kesejahteraan individu. Gross, 2014 mengatakan bahwa adanya lima aspek untuk meregulasi emosi yaitu Situation selection, situation modification, attentional deployment, cognitive chage, response modulation, dimana dari semua tahapan dalam regulasi emosi dapat terpenuihi semua oleh para informan. Peran seni tari sebagai media Dance Movement Therapy DMT juga terbukti dapat meregulasi emosi penari sehingga penari dapat memiliki regulasi emosi yang baik setelah mengikuti latihan. DMT atau terapi gerakan tari merupakan pendekatan holistik menyeluruh perihal gangguan kejiwaan, yang mana menggabungkan bermacam bagian dari medis, psikologis, sosial dan spiritual atau religiusitas Levine & Land, 2016. Sedangkan untuk proses DMT terdapat 4 tahapan menurut Swasti, 2021 proses Dance Movement Therapy DMT terdapat 4 bagian yaitu Preparation, Incubation, Ilumination, dan Evaluation. Berdasarkan data penelitian yang di dapat bahwasnnya proses DMT dapat dilalui para informan selama mengikuti proses latihan selama 3 bulan dengan total 180 jam pertemuan dilaksanakan dengan baik dan konsisten, serta adanya kesamaan dari proses DMT dengan proses latihan tari yang diterapkan di UKM SENTRA sehingga para informan dapat menyelesaikannya dan mendapatkan hasil yang maksimal, selain itu para informan juga menerapkan latihan mandiri di rumah ataupun saat waktu luang untuk menjaga konsistensi latihan. Sejalan dengan hal tersebut menurut Jiang, Nanjappan, Bhomer, dan Liang 2021 bahwasannya interaksi berbasis gerak dapat meningkatkan emosi positif. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian dan pembahasan skripsi yang berjudul “Regulasi Emosi pada Penari Tradisional Tari Klasik Gaya Surakarta di UKM SENTRA UIN Raden Mas Said” yaitu tari dapat membantu mengolah emosi dengan memaksimalkan triwira yaitu wiraga olah tubuh dan olah gerak, wirama tempuk gending, wirasa meditasi dan puasa. Didapat hasil berupa ketenangan diri, sabar, dapat beradaptasi dengan lingkungan baru, memiliki rasa empati yang baik, peka terhadap lingkungan, rasa percaya diri, dan dapat memahami diri sendiri, memiliki kontrol diri yang baik, serta lebih bersemangat dalam menjalani hidup. DAFTAR PUSTAKA Ahmad Hatim Sulaiman, Mas Ayu Said, Mohd Hussain Habil, Rusdi Rashid, Amer Siddiq, Ng Chong Guan, Marhani Midin, Nik Ruzyanei Nik Jaafar, Hatta Sidi, S. Das. 2014. The risk and associated factors of methamphetamine psychosis in methamphetamine-dependent patients in Malaysia. ELSEIVER, Vol 55, Ta, S89–S94. Anwar, K. 2018. Hubungan antara Regulasi Emosi dengan Stress Akademik pada Mahasiswa Baru. In UINSUKA. UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Aston, S. 2006. Apresiasi seniseni tari dan seni musik. Yudistira. Brown, C. L. 2011. The Effects of Parental Conflict and Close Friendships on Emotion Psychopolytan Jurnal Psikologi ISSN CETAK 2614-5227 VOL. 5 No. 2, Februari 2022 ISSN ONLINE 2654-3672 140 Sandy Tyas Nurma Islami –Regulasi emosi pada Penari Tradisional Tari Klasik Regulation in Adolescence. University of Virginia Press. Data, L. 2015. Presentase penduduk yang mengalami gangguan perilaku/emosional,2015. Badan Pusat Statistik. Dwiyasmono. 2013. Analisis estetis tari driasmara. Greget, 122, 186–195. Gross, J. J. 2014. Handbook of Emotion Regulation. Gunthert, Kathleen Cimbolic,Cohen, Lawrence H.,Armeli, S. 1999. The Role of Neuroticism in Daily Stress and Coping. American Psychological Association, Vol 775, 1087–1100. H U Wittchen, F Jacobi, J Rehm, A Gustavsson, M Svensson, B Jönsson, J Olesen, C Allgulander, J Alonso, C Faravelli, L Fratiglioni, P Jennum, R Lieb, A Maercker, J van Os, M Preisig, L Salvador-Carulla, R Simon, S. The size and burden of mental disorders and other disorders of the brain in Europe 2010. Eur Neuropsychopharmacol, 9, 655–679. Halodoc. 2018. Emosi Meledak-Ledak, Tanda Mental yang Tidak Stabil. Halodoc. Indrawati, R. 2018. Efektivitas Mendengarkan Musik Relaksasi Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Akademik Siswa SMA Negeri 3 Gowa dan SMA 1 Lappariaja sebelum Menghadapi Ujian. Eprint UMN. Ismail, I. H. Bin. 2017. Stres Dan Kesihatan. UTM. Jiang, M., Nanjappan, V., Ten Bhömer, M., & Liang, H. N. 2021. On the use of movement-based interaction with smart textiles for emotion regulation. Sensors Switzerland, 213, 1–20. M. D. 2016. The Effect of Dance Therapy on the Balance of Women Over 60 Years of Age The Influence of Dance Therapy for The Elderly. Woman and Ageing. Koch, S., Kunz, T., Lykou, S., & Cruz, R. 2014. Effects of dance movement therapy and dance on health-related psychological outcomes A meta-analysis. Arts in Psychotherapy, 411, 46–64. Laili Nur Oktavin Anggraini, D. R. D. 2018. Hubungan Antara Regulasi Emosi Dengan Intensi Agresivitas Verbal Instrumental Pada Suku Batak Di Ikatan Mahasiswa Sumatera Utara Universitas Diponegoro. Jurnal Empati, Volume 7 , 270–278. Levine, B., & Land, H. M. 2016. A Meta-Synthesis of Qualitative Findings about Dance/Movement Therapy for Individuals with Trauma. Qualitative Health Research, 263, 330–344. Muryanto, S. P. 2019. Mengenal Seni Tari Indonesia Susilo ed.. ALPRIN. Pamardi, S., Haryono, T., Soedarsono, R. ., & Kusmayati, A. H. 2014. Karakter dalam Tari Gaya Surakarta. Gelar Jurnal Seni Budaya, 122, 220–235. Rifa’i, T. dan M. I. 2019. Efikasi diri dan regulasi emosi dalam mengatasi Prokrastinasi Akademik. CV. Sindunata. Sari, A. D. K., & Subandi. 2015. Pelatihan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan pada primary caregiver penderita kanker payudara. Gadjah Mada Journal of Professional Psychology, 13, 173–192. Sarwono, S. 2013. Psikologi Remaja. Raja Grafindo. Sheema Aleem. 2017. Emotional Stability among College Youth. Journal of the Indian Academy of Applied Psychology, 31April, 100–102. Sri Hermawati Dwi Arini, Ataswarin Oetopo, Rahmida Setiawati, Deden Khairudin, M. R. N. 2008. Seni Budaya Jilid 2. Direktorat Oembinaan Sekolah Menegah Kejuruan. Sriyadi. 2013. Tari Tradisi Gaya Surakarta. Greget, 12 No 2. Psychopolytan Jurnal Psikologi ISSN CETAK 2614-5227 VOL. 5 No. 2, Februari 2022 ISSN ONLINE 2654-3672 141 Sandy Tyas Nurma Islami –Regulasi emosi pada Penari Tradisional Tari Klasik Sugeng Haryadi, N. N. F. 2015. Pengaruh Musik Klasik Terhadap Regulasi Emosi Tunadaksa di Ypac Surakarta. Talenta, Volume 1 N. Sugiyono. 2013. metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Susanti, T. F. 2011. Pengendalian Emosi. Eprint Ums. Swasti, I. K. 2021. Proses dalam Dance and Movement Therapy. Syaidatun Nazirah Abu Zahrin, Mohd Izwan Mahmud, Dharatun Nissa Puad Mohd Kari, Halizah Omar, Rezki Perdani Sawai, J. P. S. 2020. Regulasi Emosi Dalam Penulisan Dan Penerbitan Jurnal Dalam Kalangan Ahli Akademik. AJTLHE, 121985–5826, 42–53. Tristaningrat, M. A. N. 2020. Meditasi Mindfulness Dalam Menjaga Emotional Stability. Haridracarya, Vol. 1, No. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Nur Oktavin Anggraini Dinie Ratri DesiningrumPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara regulasi emosi dengan intensi agresivitas verbal instrumental pada suku Batak di ikatan mahasiswa Sumatera Utara Universitas Diponegoro. Populasi penelitian ini adalah mahasiswa yang bersuku Batak di ikatan mahasiswa Sumatera Utara Universitas Diponegoro. Sampel penelitian berjumlah 103 orang yang dipilih menggunakan teknik simple random sampling. Pengumpulan data menggunakan dua buah skala psikologi, yaitu skala intensi agresivitas verbal instrumental 45 aitem valid dengan α= 0,982 dan skala regulasi emosi 27 aitem valid dengan α= 0,947. Data yang diperoleh berdasarkan hasil analisis Regresi Sederhana menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar -0,432 dengan p= 0,00 p4%, ADHD 5% in the young, and dementia 1-30%, depending on age. Except for substance use disorders and mental retardation, there were no substantial cultural or country variations. Although many sources, including national health insurance programs, reveal increases in sick leave, early retirement and treatment rates due to mental disorders, rates in the community have not increased with a few exceptions dementia. There were also no consistent indications of improvements with regard to low treatment rates, delayed treatment provision and grossly inadequate treatment. Disability Disorders of the brain and mental disorders in particular, contribute of the total all cause burden, thus a greater proportion as compared to other regions of the world. The rank order of the most disabling diseases differs markedly by gender and age group; overall, the four most disabling single conditions were depression, dementias, alcohol use disorders and stroke. Conclusion In every year over a third of the total EU population suffers from mental disorders. The true size of "disorders of the brain" including neurological disorders is even considerably larger. Disorders of the brain are the largest contributor to the all cause morbidity burden as measured by DALY in the EU. No indications for increasing overall rates of mental disorders were found nor of improved care and treatment since 2005; less than one third of all cases receive any treatment, suggesting a considerable level of unmet needs. We conclude that the true size and burden of disorders of the brain in the EU was significantly underestimated in the past. Concerted priority action is needed at all levels, including substantially increased funding for basic, clinical and public health research in order to identify better strategies for improved prevention and treatment for disorders of the brain as the core health challenge of the 21st DwiyasmonoThe dance Driasmara is a pasihan dance in traditional Surakarta style and a developmentof previous pasihan dances, including Karonsih, Lambangsih, Endah, and Enggar-enggar. Thisdance has a variety of moods for creating dramatic effect through its treatment of the movements,vocal melody, dance steps, levels, and musical accompaniment, so that it is interesting to analyzeits aesthetical formation. In order to discover the aesthetical formation of the dance Driasmara,tools for aesthetical analysis are required, including the concepts of wiraga, wirama, wirasa, andhasta sawanda as well as the concept of dramatic design. It is hoped that this study will bebeneficial for the development of the life of the arts, in particular aspects of aesthetical LevineHelen M. LandThe therapeutic potential of using dance/movement therapy is being increasingly recognized. Preliminary interdisciplinary research findings suggest engaging the body in trauma treatment might reduce the length of treatment by addressing the connections among thoughts, feelings, neurobiology, and somatic responses in the survivor. Unfortunately, empirical research investigating its effectiveness as a psychotherapeutic intervention has been limited due to the lack of a clear manual for mental health care practitioners. The present study aims to synthesize findings from the existing qualitative literature in a qualitative meta-synthesis. Our findings will contribute to the development of a body-oriented intervention for mental health care practitioners to use for trauma. © The Authors authors examined the influence of neuroticism N on the occurrence of different types of daily events, primary and secondary appraisals of those events, use of specific coping strategies, and end-of-day negative mood. College students completed questionnaires at the end of every day for 14 consecutive days. When reporting their most stressful event of each day, high-N individuals, compared with low-N individuals, reported more interpersonal stressors and had more negative primary and secondary appraisals and reacted with more distress in response to increasingly negative primary and secondary appraisals. Compared with low-N individuals, high-N individuals used less-adaptive coping strategies hostile reaction and reacted with more distress in response to some types of coping strategies. The appraisal findings, in particular, help to explain the chronic negative affectivity associated with neuroticism.
Aturanharus dihormati oleh semua penari untuk menciptakan keharmonian. Gerakan-gerakan tarian yang dilakukan dalam kelompok memberikan prioritas pada kohesi sehingga memiliki komposisi yang baik dan seimbang dalam pembentukan informasi. Gerak Dasar Tari. Berikut adalah gerak dasar tari: 1. Gerak Kepala. Kedet atau gerakan kepala seolah menarik
Tari Piring. Foto WikipediaTari Piring adalah seni tari tradisional Minangkabau yang menggunakan piring sebagai properti utama atraksinya. Belakangan, tari piring menjadi sorotan setelah mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengunggah video dirinya sedang menari di atas pecahan piring ketika berkunjung ke Bukittinggi pada 15 November lalu. Melansir laman Kemendikbud, Tari Piring diperkirakan telah ada sejak abad ke-12. Kala itu, masyarakat Minangkabau masih menyembah dewa-dewa. Tari Piring diperuntukkan sebagai tarian persembahan bagi dewa atas hasil panen yang berlimpah. Setelah Islam masuk ke Nusantara, Tari Piring tidak ditinggalkan begitu saja. Fungsinya bergesar, dari yang sebelumnya sebagai persembahan untuk dewa, kini banyak dipertontonkan sebagai hiburan. Tari Piring. Foto WikipediaGerakan Tari Piring Tari Piring memang memiliki keunikannya sendiri. Tarian ini biasanya ditampilkan oleh penari yang berjumlah ganjil, yakni tiga hingga tujuh orang. Mereka mengenakan pakaian bernuansa merah dan keemasan. Saat mementasikan Tari Piring, penari pria akan mengenakan destar. Destar adalah penutup kepala berbentuk segitiga yang terbuat dari kain penari perempuan akan mengenakan penutup kepala dari kain songket yang bentuknya mirip seperti tanduk, yaitu tikuluak tanduak balapak. Musik yang mengiringi Tari Piring berasal dari berbagai instrumen, seperti rebana, saluang, talempong, dan lain-lain. Tempo alunan musik awalnya lembut, kemudian lama-kelamaan berubah menjadi lebih cepat. Gerakan dasar Tari Piring adalah meletakkan piring di telapak tangan, kemudian penari mengayunkan piring dalam gerakan yang cepat mengikuti irama musik. Sesekali, penari juga mendentingkan piring dengan cincin yang tersemat di jari mereka. Gerakan Tari Piring kebanyakan menggambarkan proses pertanian, seperti gerak pasambahan, singajuo lalai, gerak mencangkul, gerak menyiang, mengantar juadah, dan lain-lain. Pola Lantai Tari PiringSeperti tarian pada umumnya, Tari Piring harus dilakukan dengan pola lantai atau pola garis lintasan tarian. Terdapat paling tidak enam pola lantai yang digunakan dalam Tari Piring, yakni spiral, berbaris, lingkaran besar dan kecil, vertikal, dan horizontal. Desain spiral yang menggunakan lebih dari satu garis lingkaran yang searah pada anggota badan memberikan kesan lembut. Kemudian masing-masing penari juga membentuk lingkaran besar dan lingkaran kecil. Mereka juga bergerak maju dan mundur berdasarkan pola lantai vertikal, serta bergerak ke samping berdasarkan pola lantai horizontal. Pola lantai ini menampilkan kesan sederhana tapi pada akhir pertunjukan, para penari akan melempar piringnya ke lantai hingga pecah, lalu berjalan di atas pecahan piring yang tajam tanpa terluka. Inilah keunikan Tari Piring yang tidak ditemui di tarian tradisional lainnya.
Bentukpenyajian tari terbagi menjadi tiga jenis yaitu tari tunggal berpasangan, dan kelompok/massal. Penyajian Tari tunggal diatrikan oleh satu orang penar, penyajian tari berpasangan ditarikan oleh dua orang penari atau lebih secara berpasangan, laki-laki dengan perempuan, laki-laki degan laki-laki, atau perempuan dengan perempuan, sendangkan bentuk penyajian dengan tari kelompok diatrikan Memahami Kuda2 dalam setiap gerakan tari yang ditarikan, tau dan mengerti apa makna gerakan tari yang ditarikan,dapat mengekspresikan gerakan tari tersebut dengan baik...maaf klo salah..semoga membantu RAGAMGERAK TARI TRADISI Tari tradisi diartikan sebagai sebuah tata cara menari atau menyelenggarakan tarian yang dilakukan oleh sebuah komunitas etnik secara turun-temurun dari generasi ke generasi selanjutnya. Gerak kepala gerak badan gerak tangan dan gerak kaki. Jenis-jenis pola lantai pada tarian tradisional terutama pada tari berkelompok. Tari adalah ekspresi perasaan tentang sesuatu lewat gerak ritmis yang indah yang telah mengalami stilisasi lewat gerak ritmis yang indah yang telah mengalami stilisasi atau distorsi Soedarsono, 199282 Hakekat Tari Jawa Surakarta adalah sebuah upacara ritual berdasarkan saling kait mengkait antara dasar adeg, dasar gerak dan keharusan menggunakan teknik tertentu dalam ikatan mitos tertentu, menurut pendapat penulis bahwa tari Jawa gaya Surakarta adalah 10 suatu upacara yang menggunakan seni tari sebagai medianya. Tari Jawa harus mengikuti aturan-aturan khusus yang berlaku. Berhubungan tari tersebut upacara maka perlu dikenai kewajiban mengikuti masyarakat komunitasnya. Komunitas keratonlah yang pemilik upacara tersebut. Masyarakat diluar keraton upacara tersebut berfungsi sebagai suatu kegiatan kesenian yang menitik beratkan pada hiburan bagi masyarakat. Wujud seni tradisional Jawa tidak berhenti pada bentuk dan teknik. Bentuk-bentuk lahiriah tidak lebih dari suatu medium, yaitu alat untuk mengungkapkan to express dan menyatakan to state atau to communicate isi. Isi dan bentuk itu tumbuh dalam kebudayaan tradisi itu Widyastutieningrum, 201143. Sajian tari tergantung dari bentuk-bentuk artistik yang terdapat dalam tari tersebut, juga bergantung pada kemampuan seorang penari dalam menyajikannya. Seorang penari harus mampu membawakan suatu tarian dengan baik, luwes, menjiwai, tepat dan indah bentuk, ukuran, dan garis-garis tubuh yang pantas sebagai penari. Soeryadiningrat pernah mendefinisikan tentang tari Jawa yang memasukkan persyaratan sebagai berikut ingkang kawastan joged inggih punika ebahing sedaya saranduning badan, kasarengan ungeling gongso katata pikantuk wiramaning gendhing, jumbuhing pasemon kaliyan pikajengan joged . Maksud dari pernyataan tersebut adalah tari merupakan gerak dari seluruh tubuh yang diiringi oleh bunyi gamelan yang diatur selaras dengan irama lagunya, cocok penjiwaan dengan maksud dari tari yang dibawakan. Keterkaiatan seni tradisional dengan masa lampau tampak pada adanya pedoman atau aturan waton yang diikuti. Pedoman dalam seni tradisional meliputi aturan-aturan garapan medium maupun isi, seperti aturan-aturan pokok atau waton-waton dasar bentuk-bentuk tertentu yang merupakan vokabuler atau perbendaharaan garap medium, aturan-aturan susunan wujud sasaran, dan wujud isi. Aturan di kalangan seniman tradisi ditafsirkan secara kreatif, yaitu merupakan dasar untuk menciptakan suatu karya seni Widyastutieningrum, 201143. Aturan-aturan garapan medium maupun isi, seperti umpamanya aturan-aturan pokok atau waton-waton dasar bentuk-bentuk dasar tertentu yang merupakan vokabuler atau perbendaharaan terhadap garap medium, aturan-aturan susunan, wujud sasaran, dan wujud isi. Seni tradisi ada aturan-aturan-aturan-aturan semacam ini yang tumbuh dalam sejarah dan hidup berubah-ubah di tangan para empu tradisi yang kreatif Widyastutieningrum 201143. Tari tradisional terdapat teknik garapan, yaitu garapan medium yang menggunakan kesatuan-kesatuan garapan tertentu yang pokok, yaitu vokabuler. Vokabuler dalam susunan tari tradisional Jawa, biasanya terdiri dari rangkaian atau kumpulan gerak yang disebut kembangan atau sekaran yang masing-masing memiliki nama atau sebutan, sehingga di dalam pembicaraan atau pencatatan tari hanya disebutkan nama-nama kesatuan-kesatuan garap gerak yang khas tersebut. Misalnya laras, batangan, laku telu, pilesan. Perbendaharaan gerak merupakan bahan baku bagi para penyusun tari Widyastutieningrum, 201144. Penyusun tari tradisional Jawa menyusun koreografinya dengan berpijak pada perbendaharaan gerak yang sudah ada sebelumnya, karena perbendaharaan gerak yang ada hanya sebagai acuan yang tidak mengikat secara ketat. 12 Aspek koreografi ataupun dari aspek nilai-nilai estetik begitu pula artistiknya, terdapat dua kelompok besar, yaitu ada yang termasuk pada kelompok tari tradisional folkloric yang bertolak dari seni tari rakyat dan ada pula yang termasuk kelompok tari tradisional klasik yang bertitik tolak dari seni keraton. Tari Tradisional Folkloric rakyatTari yang hidup serta didukung oleh masyarakat atau wilayah adatnya secara turun temurun, perwujudan tari dari perbendaharaan geraknya sangat berkaitan sekali dengan peristiwa yang menjadi rangkanya dengan tema-tema yang sudah dibakukan serta ditetapkan yang sesuai peristiwa Tradisional Klasik hidup dilingkungan istana yang memiliki bentuk-bentuk gerak yang diatur dengan seperangkat sistem sehingga seolah-olah tidak boleh dilanggar. Unsur- unsur seni sebagai penyempurnaan dari wujud tariannya, diatur dan ditetapkan pula berdasarkan pola-pola atau aturan-aturan yang tertentu yang telah lama hidup sebagai warisan budaya dari leluhurnya. Tari istana yang berkembang salah satunya adalah Tari Gambyong yang banyak diminati oleh semua kalangan. Bentuk sajian tari Gambyong sebagai bagian dari tari tradisional Jawa juga tidak terlepas dari aturan-aturan atau konsep dasar gerak meliputi dasar-dasar sikap adeg. Bentuk sajian tari Gambyong selanjutnya dibagi menjadi dua, yaitu bentuk fisik bentuk lahir dan bentuk ungkap bentuk dalam. Bentuk Fisik Tari Gambyong adalah salah satu tari putri dalam tradisional Jawa gaya Surakarta. Tari ini biasanya ditarikan oleh seorang atau beberapa penari putri. Tari Gambyong pada mulanya merupakan bagian tari tayub yang kemudian berdiri sendiri sebagai tarian tunggal. Bentuk sajian Tari Gambyong tidak didukung penari pria. Bentuk Ungkap Sajian tari Gambyong tidak menampilkan tema atau cerita melalui susunan geraknya. Susunan gerak atau rangkaian gerak ada sesuatu atau mempunyai makna nilai simbolik yang diungkapkan. Bentuk fisik tari Gambyong dapat dilihat ungkapan sifat-sifat seorang wanita, yaitu kenes, luwes, dan tregel Widyastutieningrum, 2011-45-54. Tari Gambyong Tari Gambyong merupakan perkembangan bentuk tari taledhek. Dari pernyataan ini tampak adanya keterkaitan antara tari Gambyong dengan taledhek atau tari tayub. Tari Gambyong dapat juga berarti tarian tunggal yang dilakukan oleh wanita atau tari yang dipertunjukkan untuk permulaan panampilan tari atau pesta tari, sedangkan gambyongan mempunyai arti golekan boneka yang terbuat dari kayu yang menggambarkan wanita menari di dalam pertunjukan wayang kulit sebagai penutup. Gambyong mengungkapkan keluwesan wanita dan bersifat erotis. Istilah Gambyong pada mulanya adalah nama seorang penari tayub atau taledhek barangan, yang memiliki kemampuan tari dan vocalsuara sangat baik sehingga sangat terkenal. “ Gambyong” semula adalah nama seorang waranggana= wanita terpilih, wanita penghibur yang pandai menari dengan sangat indah dan lincah. Nama lengkapnya Mas Ajeng Gambyong Widyastutieningrum, 201125. 14 Orang mengatakan bahwa istilah Gambyong merupakan singkatan atau kependekan dari kata Gambirsawit dan Boyong, yaitu nama gending yang selalu digunakan untuk mengiringi tari tayub. Tari Gambyong biasanya dipertunjukan dalam acara pesamuan atau menjamu tamu, yang kadang- kadang tidak hanya dipertunjukan satu kali, tetapi dapat dilakukan beberapa kali sesuai dengan kebutuhan. Bentuk Sajian Tari Gambyong Tari Gambyong, secara umum terdiri dari bagian awal, isi, dan akhir dalam istilah Jawa Gaya Surakarta disebut maju beksan, beksan, dan mundur beksan. Bagian awal gerak tari ini berupa maju kapang-kapang pacak. Karakter gerak penari kelompok ini bergas, wibawa, dan terselip keanggunan sehingga rasa geraknya menep dan sareh selaras dengan iringan yang anggun dengan komposisi sejajar yaitu memberikan suasana karawitan yang sama atau sejajar dengan suasana ungkap atau kualitas gerak yang dicapai. Polatan tegas tetapi tidak antep natural wibawa, raut muka anggun dan wibawa dengan rias cantik Sumargono, 20096. Menurut Widyastutieningrum 201144 Tari tradisional terdapat teknik garapan, yaitu garapan medium yang menggunakan kesatuan- kesatuan garapan tertentu yang pokok, yaitu vokabuler. Vokabuler dilihat sebagai teknik atau sarana dengan potensi hayat. Vokabuler dalam susunan tari tradisional Jawa, biasanya terdiri dari rangkaian atau kumpulan gerak yang disebut kembangan atau sekaran yang masing- masing pencatatan tari hanya disebutkan nama- nama kesatuan- kesatuan garap gerak yang khas tersebut. Misalnya Laras, batangan, laku telu, atau perbendaharaan gerak merupakan bahan baku bagi para penyusun tari. Vokabuler atau ragam tari adalah kesatuan pola gerak yang merupakan pengembangan dari motif, sedangkan motif gerak adalah gerak sederhana, tetapi didalamnya terdapat sesuatu yang memiliki kapabilitas untuk dikembangkan. Vokabuler gerak dalam tari dapat berbentuk pendek misalnya dalam bentuk sikap, dan dapat berbentuk panjang misalnya sabetan , bahkan dapat terjadi deretan motif yang membentuk suatu kesatuan. Berdasarkan fungsinya didalam tata gerak tari, vokabuler gerak tari dapat dibedakan menjadi empat, yaitu Rangkaian gerak pokok sekaran adalah suatu satuan gerak yang mencakup panjang dan seringkali kompleks, mengandung suatu representasi makna tertentu. Misalnya batangan, pilesan laku telu, engkyek, engkrang, mangling. Bentuk – bentuk gerak pembuka adalah suatu satuan gerak yang dipergunakan untuk mengawali rangkaian gerak pokok. Misalnya sembahan, sabetan, hoyog. Bentuk- bentuk gerak penghubung adalah suatu satuan kecil gerak yang fungsinya untuk berpindah tempat atau untuk menyambung rangkaian gerak pokok yang satu dengan rangkaian gerak pokok lainnya. Misalnya srisig, besut, singget, ngigel. Bentuk- bentuk gerak penutup adalah suatu satuan gerak yang digunakan untuk mengakhiri rangkaian gerak pokok. Bentuk gerak ini juga 16 berfungsi memperjelas berakhirnya sajian tari. Misalnya sabetan, panggel, sindhet, sembahan. Estetika Estetika tari tradisional Jawa tidak sekedar menyangkut masalah keindahan, tetapi selalu dikaitkan juga dengan masalah etika, etiket, dan religious. Tari tradisional dikenal adanya konsep adiluhung, yang berarti „indah dan tinggi‟. Kata ini merupakan rangkaian dari kata adi yang berarti linuwih, melebihi segalanya; dan luhung berarti luhur, tinggi, melebihi yang lain, dan bermakna. Konsep adiluhung dikaitkan dengan kenegaraan dewa raja, maka segala hal yang dimiliki atau diciptakan raja disebut adiluhung. Adiluhung dikaitkan pula dengan kekuatan-kekuatan besar di alam semesta dalam memuja para dewa. Karya seni yang di sebut adiluhung itu bukan diciptakan oleh manusia, melainkan oleh para dewa atau manusia yang dibuat terampil oleh dewa, sehingga dapat menciptakan sesuatu. Tari Jawa mendapat pengaruh dari tari India. Hal ini tampak pada bentuk maupun konsep-konsep tari yang mendasarinya Widyastutieningrum, 200203. Estetika dalam tulisan ini dipahami sebagai sesuatu yang menyenangkan, menarik, menyentuh atau menggetarkan jiwa, dan memberikan kepuasan batin. Dalam estetika terdapat dua aspek yang dapat digunakan sebagai cara untuk menilai karya seni, yakni aspek ilmiah scientific aspect dan aspek filsafat philosophical aspect Djelantik, 19929-11. Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa keindahan merupakan sesuatu yang dapat menggetarkan atau menyentuh jiwa seseorang dan memberi kesan tersendiri terhadap suatu karya. Estetika Jawa merupakan bagian dari kebudayaan timur. Kebudayaan Jawa, terutama yang berkaitan dengan ekspresi estetis mengandung tiga cirri utama, yaitu; bersifat kontemplatif-transendental, masyarakat Jawa dalam mengungkapkan rasa keindahan yang terdalam, selalu mengaitkan dengan perenungan kontemplasi yang mendalam, baik terhadap Yang Maha Kuasa, pengabdian kepada raja, kecintaan terhadap Negara, penghayatan pada alam merupakan pengejawantahan dari dunia mistis Prabowo, 201337. Kesenian mempunyai nilai penikmat, sehingga suatu aktivitas dapat disebut seni apabila mampu memberikan kesenangan, kebahagiaan, santapan rasa melalui pengalaman imajinasi setiap orang sesuai tingkat persepsinya Jazuli 2008100-101. Bentuk dan gaya tari terdapat sistem nilai budaya, yaitu sejumlah konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar anggota masyarakat tentang sesuatu yang dianggap bernilai, berharga, berpengaruh dalam hidup mereka Koentjaraningrat, 2009204. Menurut Sasmintamardawa dalam Malarsih, 20079 persyaratan yang harus dikuasai oleh penari ini prinsipnya meliputi Wiraga, Wirama, Wirasa. Wiraga atau sering pula disebut kemampuan peragaan, akan pula merangkum tentang kelenturan penguasaan teknik tenaga, dan penguasaan ruang serta ungkapan gerak yang jelas dan bersih. Kelenturan baik bagi seorang penari pria maupun wanita jelas dituntut untuk memiliki kelenturan tubuh yang 18 maksimal. Tubuh yang merupakan sebagai instrument untuk mewujudkan gerak, dituntut sekali kelenturannya. Gerak yang terlatih serta adanya keseimbangan atau gerak yang tidak kaku dan ragu, adalah hasil dari tubuh kita yang sudah luwes dan terlatih atau memiliki kelenturan sehingga persendian-persendian tubuh dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya dan akan semakin luas pula kemampuan untuk mencapai dan mengungkapkan berbagai kemungkinan gerak. Fleksibilitas atau kelenturan tubuh, tidak mungkin dan bahkan mustahil dapat dimiliki dengan cara yang mendadak/secepatnya. Kelenturan tubuh dapat dicapai apabila kita sering berlatih secara teratur dengan berbagai kemungkinan gerak atau banyak melakukan senam tari dan olah tubuh tari. Kekuatan atau ketahanan fisik dan stamina pun terpelihara pula. Wirama, wirama adalah pengaturan tempo dan ritme yang penting dan erat sekali hubungannya dengan irama. Irama yang timbul baik dari iringannya ataupun irama yang langsung diatur oleh penari sendiri, merupakan unsur wahyu yang benar-benar harus dipahami dan dikuasai oleh seorang penari. Irama merupakan titik tolak atau landasan untuk bergerak. Penari dituntut untuk dapat mengendalikan dan mengatur irama terutama di dalam mengatur tempo dan ritmenya. Hal ini agar tarian yang sedang dibawakannya terlihat dan terasa dinamikanya, sehingga nilai-nilai yang terkandung pada tarian itu tetap utuh. Penari yang mampu menguasai irama, akan dapat memberikan suatu perspektif pada penonton serta menuntun pula untuk tetap menghayati dan ikut merasakan setiap gerakan yang dilakukan. Begitu pula sebaliknya, penari yang tidak baik adalah penari yang bergerak menari di luar irama tari dan iringannya. Wirasa, adalah aspek yang bersifat rohaniah yang memberikan dan mendukung secara keseluruhan pada tarian yang sedang dibawakan ungkapan yang bersifat visual atau badaniah. Wirasa atau penguasaan jiwa ini, bagi penari yang baik wajib memiliki kemampuan daya pekanya yang tinggi. Antara lain meliputi daya pikir, pemusatan pikiran, rasa, mental atau laku yang disertai adanya keseimbangan dan kesinambungan yang luluh dari berbagai unsur atau elemen-elemen tari harmoni. Penari tari Jawa, baik gaya Surakarta maupun Yogyakarta, juga dituntut memenuhi konsep Joged Mataram, meskipun konsep ini lebih dikenal di Yogyakarta. Hal ini, terjadi karena tari gaya Surakarta dan Yogyakarta mempunyai akar budaya yang sama yaitu Mataram. Maka tidak mengherankan jika konsep Joged Mataram juga berlaku di Surakarta. Konsep Joged Mataram terdiri dari empat prinsip, yaitu SewijiSawiji adalah konsentrasi total tanpa menimbulkan ketegangan jiwa. Artinya, seluruh sanubari penari dipusatkan pada satu peran yang dibawakan untuk menari sebaik mungkin dalam batas kemampuannya, dengan menggunakan segala potensi yang dimiliki. Konsentrasi adalah kesanggupan untuk mengarahkan semua kekuatan rohani dan pikiran kearah satu sasaran yang jelas dan dilakukan terus-menerus selama dikehendaki. Greget, adalah dinamik atau semangat di dalam jiwa seseorang atau kemampuan mengekspresikan kedalaman jiwa dalam gerak dengan pengendalian yang sempurna. Greget merupakan pembawaan seseorang, sehingga cenderung 20 sulit untuk dilatihkan. Seseorang yang memiliki greget, pada waktu menari terlihat ekspresi „gerak dalam‟ jiwanya. Sengguh, adalah percaya pada kemampuan sendiri, tanpa mengarah atau menjurus kesombongan. Percaya diri ini menumbuhkan sikap yang meyakinkan hati, dan tidak ragu-ragu. Ora mingkuh, adalah sikap pantang mundur dalam menjalankan kewajiban sebagai penari. Berarti tidak takut menghadapi kesulitan atau kesukaran dan melakukan kesanggupan dengan penuh tanggung jawab serta keteguhan hati dalam memainkan perannya. Keteguhan hati berarti kesetiaan dan keberanian untuk menghadapi situasi apapun dengan pengorbanan. Konsep atau filsafat Joged Mataram ini diterapkan dalam seni tari Jawa, dengan tujuan untuk mendapatkan “keseimbangan lahir dan batin”, ekspresi dapat diisi serta dikontrol oleh jiwa, yang kemudian diarahkan kedisiplinannya pribadi, identifikasi pribadi, agar akhirnya tercapai keyakinan yang dalam, tingkat ilmu yang dalam serta pengendalian diri yang dalam Widyastutieningrum, 201184-85. Menurut Sumargono 2009106-114 penari tradisional Jawa yang baik dituntut memenuhi persyaratan yang disebut Hastha Sawanda delapan prinsip atau unsur, yaitu 1 Pacak, menunjuk pada penampilan fisik penari sesuai dengan bentuk dasar bentuk dasar atau pola dasar atau kualitas gerak tertentu, sesuai dengan karakter yang dibawakan. Pacak pada pokoknya mengenai sikap dasar, posisi tubuh, posisi lengan, tangan, dan kepala. 2 Pancat, menunjuk pada gerak peralihan yang telah diperhitungkan secara matang, sehingga enak dilakukan dan dilihat. Pancat pada dasarnya merupakanaturan mengenai gerak tungkai dan gerak ujung kaki dalam berpindah tempat. 3 Ulat, menunjuk pada pandangan mata dan ekspresi wajah sesuai dengan kualitas, karakter peran yang dibawakan, serta suasana yang diinginkan. Sikap dasar arah pandangan mata bagi penari wanita terbatas dua sampai lima langkah ke depan dan mengarah ke bawah atau lantai. 4 Lulut, menunjuk pada gerak yang menyatu atau melekat dengan penarinya, seolah olah tidak dipikirkan. Penyajian tari yang dihadirkan bukan karakter pribadi penarinya, melainkan keutuhan tari yang diwujudkan melalui keutuhan tari yang merupakan perpaduan antara gerak tari, iringan tari, dan karakter tari. 5 Luwes, adalah kualitas gerak yang sesuai dengan bentuk dan karakter tari yang dibawakan. Penari mencapai kualitas gerak dengan tanpa canggung, rapi, tenang, dan menyenangkan. Luwes berarti mampu atau terampil bergerak secara sempurna dan menimbulkan kesan yang nenyentuh bagi penonton. 6 Wiled, adalah garap variasi gerak yang dikembangkan berdasarkan kemampuan bawaan penarinya atau mengembangkan pola gerak. 7 Wirama, menunjuk pada hubungan gerak dengan iringan tari dan alur tari secara keseluruhan. Irama adalah elemen yang sangat diperlukan dalam tari, baik dalam gerak maupun iringan tari. 8 Gendhing, menunjuk penguasaan iringan tari, meliputi bentuk-bentuk gending, pola tabuhan, rasa ragu, irama, tempo, rasa seleh, kalimat lagu, dan juga penguasaan tembang maupun vokal yang lain. Seni adalah suatu kegiatan manusia yang secara sadar dengan perantara tanda- tanda lahiriah tertentu menyampaikan pesan-pesan yang sehingga mereka kejangkitan perasaan- perasaan ini dan juga mengalaminya. Karya seni, adalah bentuk Yangbenar sebagaimana pendapat para ulama yang tahqiq, larangan atas mengkhususkan hari ini dengan berpuasa dan shalat yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi SAW dan laranga atas segala kegiatan yang mengaungkan hari ini sebagaimana membuat beberapa makanan, menampakkan hiasan, dan lain2, sehingga hari ini tidak menjadi berbeda dengan hari-hari Pola lantai merupakan modal utama seorang penari untuk dapat menampilkan tarian yang menarik, indah, dan kompak. Pola lantai dijadikan patokan atau tolak ukur penari dalam bergerak agar tidak bertabrakan dengan penari lainnya. Pengertian dan Fungsi Pola LantaiJenis Pola LantaiPola Lantai Garis LurusPola Lantai Garis MelengkungContoh Pola LantaiTari Kecak Tari Saman Tari YapongWiramaWirasaJelaskan Sikap Dasar Yang Dilakukan Oleh Penari Tradisional Pengertian dan Fungsi Pola Lantai Pola lantai adalah garis-garis di lantai atau garis imajiner yang dilalui penari ketika melakukan gerak tari. Pola tersebut dibentuk sebagai aturan mereka dalam berpindah, bergerak, atau bergeser ketika menampilkan tarian. Meskipun sebagian besar pola lantai dilakukan untuk tari berkelompok, pola lantai dapat dilakukan oleh penari tunggal. Intinya, pola lantai berfungsi menata gerakan tarian, membentuk komposisi dan kekompakan agar tarian yang disajikan tampak lebih indah dan penuh persiapan. Pola lantai memudahkan penari dalam melakukan perpindahan gerak. Dengan begitu, tiap penari tidak perlu ragu dan khawatir mengganggu atau bertabrakan dengan expanse penari lainnya. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pola lantai berguna untuk menjaga setiap penari agar tidak bertabrakan, membantu menentukan gerakan selanjutnya, membuat penari lebih energik, kompak, dan menonjolkan ciri khas suatu tarian tertentu. Selain itu, pola lantai dapat memperkuat atau memperjelas gerakan dan peranan tertentu, memberi tekanan atau kekuatan pada tokoh yang ditonjolkan, dan menghidupkan karakteristik gerak. Jenis Pola Lantai Secara umum, ada dua jenis pola lantai, yakni garis lurus dan lengkung. Dalam perancangan pola lantai, ada hal-hal yang perlu diperhatikan, seperti jumlah penari, panggung, dan gerakan tari. Ad Advertising Setiap desain pola lantai memiliki keunggulannyan masing-masing. Mengutip dan sumber terkait lainnya, berikut jenis-jenis pola lantai. Pola Lantai Garis Lurus Pola lantai ini cukup sering dijumpai dalam berbagai pertunjukan tari. Garis tari yang satu ini terdiri atas pola lantai horizontal, vertikal, dan diagonal. Selain itu, pengembangannya bisa menjadi pola segitiga, segilima, hingga zig-zag. Pola lantai horizontal Pola ini membentuk suatu barisan dengan posisi penari berjajar dari kiri ke kanan atau sebaliknaya. Garis imajiner ini melambangkan ikatan antar sesama manusia. Pola lantai vertikal Pola lurus memanjang ini membentuk formasi dari depan ke belakang atau sebaliknya. Pola ini menyimpbolkan ikatan manusia dengan sang pencipta. Pola lantai diagonal Pola lantai ini memiliki bentuk garis menyudut ke kiri atau ke kanan yang dapat membuat penari menjadi lebih indah ketika menampilkan tarian. Pola Lantai Garis Melengkung Pola lantai garis melengkung atau melingkar mampu memberikan kesan lembut dan manis pada tiap gerakan dan perpindahan penari. Umumnya, pola lantai ini diaplikasikan pada tari tradisional, namun tak menutup kemungkinan menggunakan campuran pola lantai garis lurus dan melengkung. Pola garis melengkung dapat berbentuk lingkaran, lengkung busur, angka delapan, atau lengkung ular. Contoh Pola Lantai Tari Kecak Tari kecak merupakan jenis tarian ritual yang menggunakan pola lantai lengkung yang membentuk lingkaran. Gerakan utama dari tarian ini adalah mengangkat kedua tangan sambil berteriak “cak cak cak”. Di dalam ritual sanghyang untuk menolak bala ini, para penari tidak perlu mengikuti setiap tari yang diiringi oleh gamelan, melainkan bisa lebih santai, karena jalan cerita dan perpaduan suara lebih diutamakan. Seperti tari tradisional lainnya, ada properti khusus yang digunakan di dalam tari kecak, yaitu bara api, gelang kerincing, bunga kamboja, topeng, selendang hitam-putih, dan tempat sesaji yang membuatnya semakin sakral dan mistis. Tari Saman Tari saman menggunakan gerak tangan, badan dan kepala. Keserasian dari ketiga unsur tersebut yang menjadikan ragam gerak tari saman. Kaki para penari tetap pada tempat duduknya. Oleh sebab itu, Tari saman hanya memiliki satu pola lantai saja, yaitu pola lantai garis lurus yang sejajar secara horizontal dari pandangan penonton. Posisi penari duduk bersimpuh dengan berat badan bertumpu pada kedua kaki yang terlipat. Penari sejajar rapat hingga bahu bersentuhan. Gerakan tari saman terdiri dari gerak tangan, badan, dan kepala sehingga menghasilkan ragam gerak. Berikut penjelasannya. Tari Yapong Tarian yapong termasuk tari kontemporer dari rakyat Betawi dicampur unsur tari popular dan Sumatra. Tari yapong bertumpu pada gerakan kaki, tangan, dan pinggul. Penari akan memainkan gerak kaki dan tangan secara bergantian. Ketika perpindahan satu titik ke titik lain, ada bagian tertentu yang memperlihatkan gerakan pinggul eksotis. Pola lantai tari yapong memiliki garis imajinatif yang dilewati sekelompok menari. Pola tarian ini ada dua, yaitu garis lurus dan melengkung. Berikut penjelasannya Gerak Megol Lembehan gerakan ini posisi kaki jalan di tempat dengan tangan kiri diletakkan di dada. Sedangkan ibu jari diletakkan di pinggul untuk penari laki-laki dan ibu jari menempel di dada untuk penari perempuan. Enejer Loncat ketika menari salah satu tangan dibengkokkan sedangkan tangan yang lain lurus. Penari lalu melompat ke arah tangan yang dibengkokkan. Singgetan Ngigel gerakan tarian ini ketika posisi tangan berada di depan mata lalu melakukan putaran ngigel . Gerak Yapong gerakan terakhir ini tangan diletakkan di atas kepala. Kemudian telapak tangan membuka lagu bergerak seperti menyapu angin dari kiri ke kanan. Perbesar Para penari lokal menampilkan tarian tradisional Tibet dalam upacara pembukaan Pertunjukan Tari Guozhuang Luqu di Luqu, Prefektur Otonom Etnis Tibet Gannan, Provinsi Gansu, China, 12 Agustus 2020. Lebih dari penari ikut serta dalam pertunjukan tersebut. Xinhua/Geng Xinning Unsur dalam seni tari yang pertama adalah raga atau disebut wiraga. Unsur yang pertama ini memiliki artian, bahwa penari wajib menampilkan gerakan badan pada posisi duduk maupun berdiri. Wiraga di ambil dari Bahasa Jawa yang artinya adalah raga, dan dikenal sebagai gerakan tari. Pada saat menari, para penari harus menonjolkan seluruh gerakan tubuh yang ritmis, dinamis dan estetis. Seni tari memiliki gerak murni yang tariannya tidak memiliki maksud tertentu. Dan memiliki gerak maknawi yang gerakannya memiliki maksud dan tujuan tertentu. Setiap gerakan yang dibawakan penari, memiliki makna tertentu dan bisa ditebak oleh penonton atau penikmat tari. Contohnya pada saat penari memutar pergelangan tangan, artinya penari tersebut menunjukkan keluwesan. Sedangkan gerakan berdecak pinggang yang dilakukan penari lelaki, memiliki arti wibawa atau kekuasaan. Wirama Seni tari juga memiliki unsur irama, yang artinya setiap gerakan tari harus bersifat ritmis sesuai dengan alunan musik yang mengiringinya. Irama atau musik yang digunakan dalam seni tari, biasanya berasal dari rekaman lagu atau langsung dari instrumen musik yang dibawakan oleh pemusik. Namun di dalam beberapa tarian, gerakan tari bisa dilakukan dengan mengikuti irama dari tepukan tangan, hentakan kaki, hitungan maupun nyanyian yang dibawakan penari. Musik atau irama yang ada dalam unsur seni tari, bisa membuat suasana menjadi lebih hidup, harmonis dan sesuai dengan makna tarian tersebut. Wirasa Unsur seni tari yang selanjutnya adalah wirasa atau rasa, yang memiliki arti bahwa tarian tersebut bisa menyampaikan sebuah pesan perasaan, dari setiap gerakan yang dibawakan oleh penari. Pesan perasaan ini akan tersampaikan dari ekspresi yang dibawakan oleh penari. Bagi seorang penari, penjiwaan dan ekspresi wajah saat menari sangatlah penting. Jika seorang penari mendapatkan karakter sebagai perempuan, maka ia harus menari dengan gerakan lemah gemulai, dan mimik wajah yang ramah. Unsur wirasa ini juga harus menyatu dengan irama yang dibawakan pada saat menari. Contohnya pada saat iramanya sedih, penari juga harus memasang wajah yang sedih, agar pesan dari tarian tersebut tersampaikan pada penikmat seni tari. Ilustrasi menari. Credit Djakarta – Pola lantai adalah bentuk posisi atau formasi pada seni tari. Pola lantai dibuat untuk memperindah pertunjukan dalam melakukan seni tari. Seperti diketahui, saat melakukan pertunjukan tari, baik yang dilakukan sendiri, berpasangan, maupun berkelompok, biasanya para penari membentuk posisi tertentu atau formasi tertentu. Dengan adanya pola lantai membuat pertunjukan makin indah dan enak dinikmati. Maka itu, dalam pembuatan pola lantai ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti jumlah penari, ruangan atau panggung pertunjukan, dan gerak tari. Secara umum, pola lantai dalam seni tari ada dua desain, yakni garis lurus dan lengkung. Pola lantai garis lurus terdiri dari beberapa pola, yakni vertikal, harizontal dan diagonal. Setiap desain pola lantai tersebut mempunyai keunggulannya masing-masing. Untuk mengetahui lebih jelas, simak penjelasannya di bawah ini. Berikut ini penjelasan tentang jenis-jenis pola lantai dalam seni tari yang perlu diketahui, seperti dilansir dari Jumat 29/10/2021. Berita Video TikTok 5 Pemain Peak yang Pernah Berseragam Air conditioning Milan dan Inter Milan Ilustrasi seni tari. Credit Pola lantai merupakan garis yang dilalui penari pada saat melakukan gerak tari. Dalam tarian, terdapat dua pola garis dasar pada lantai, yaitu garis lurus dan lengkung. Pola lantai garis lurus sering dijumpai pada pertunjukan tari tradisi di Indonesia. Pola lantai garis lurus dapat dilakukan pada jenis penyajian tari berpasangan atau kelompok. Pola garis lurus terdiri atas pola lantai horizontal, vertikal, dan diagonal. Pengembangan garis lurus pada pola lantai bisa menjadi pola zig-zag, segi tiga, segi empat, segi lima. Pola lantai vertikal memiliki pola lurus memanjang, bisa membentuk formasi lurus dari depan ke belakang atau sebaliknya. Pola ini bisa dilakukan oleh penari lebih dari satu orang. Pola ini digunakan tarian klasik karena pola lantai yang satu ini melambangkan ikatan manusia dengan Tuhannya. Jadi, pola lantai ini memiliki arti magis, yang kuat dan mendalam. Sementara itu, pola lantai horizontal memiliki bentuk barisan, dengan posisi penari berjajar dari kiri ke kanan, atau berjajar dari kanan ke kiri. Pola lantai horizontal mempunyai arti yang melambangkan ikatan manusia satu dengan manusia yang lain. Sedangkan, pola lantai diagonal memiliki bentuk garis menyudut ke kanan atau ke kiri. Hal itu agar tarian terlihat lebih kukuh dan kuat. Tak hanya itu, pola lantai yang satu ini bisa membuat penari menjadi lebih indah, saat membawakan suatu tarian. Ilustrasi menari secara berkelompok. Credit Selain garis lurus, pola lantai dapat juga berbentuk garis lengkung. Garis melingkar atau melengkung tak hanya memberi kesan lembut, tetapi juga manis. Pola lantai dengan menggunakan garis lurus dan garis lengkung biasanya digunakan untuk tarian yang berhubungan dengan hal magis atau keagamaan. Selain itu, pola lantai garis lengkung banyak digunakan pada tari tradisional. Pola lantai dalam tari rakyat biasanya menggunakan campuran antara kedua pola lantai tersebut. Sedangkan garis lengkung bisa membentuk lingkaran, angka delapan, lengkung seperti busur yang menghadap ke depan dan belakang, dan lengkung ular. Ilustrasi menari. Credit Dalam penampilan tari, baik tradisional maupun kreasi baru, penggunaan pola lantai sudah menjadi suatu hal yang harus diperhatikan. Pengunaan pola lantai tidak hanya sekadar menempatkan posisi penari di atas panggung, tetapi juga bermakna sesuai tema dari penampilan tarian tersebut. Pola lantai pada tari tradisional memiliki fungsi, antara lain a. Memperkuat atau memperjelas gerakan-gerakan dari peranan tertentu. b. Membantu memberikan tekanan atau kekuatan pada suatu tokoh tertentu yang ditonjolkan. c. Menghidupkan karakteristik gerak dari keseluruhan pertunjukan tari. d. Membentuk komposisi, menyesuaikan tari dengan bentuk ruang pertunjukan. e. Untuk memperindah suatu tarian. PZrwZX4.
  • 75p7nzqlaz.pages.dev/593
  • 75p7nzqlaz.pages.dev/431
  • 75p7nzqlaz.pages.dev/210
  • 75p7nzqlaz.pages.dev/205
  • 75p7nzqlaz.pages.dev/35
  • 75p7nzqlaz.pages.dev/289
  • 75p7nzqlaz.pages.dev/154
  • 75p7nzqlaz.pages.dev/321
  • jelaskan sikap dasar yang dilakukan oleh penari tradisional