Fatimahdimakamkan di malam hari di pemakaman Baqi', hari Senin malam Selasa 3 Ramadhan 11 H, atau 6 bulan setelah wafatnya Rasulullah SAW. 6. Abdullah Putra kedua Rasulullah SAW dari istrinya Khadijah. Lahir di Makkah setelah kakaknya yang bernama Fatimah. Ini berarti putra bungsu Rasulullah SAW dari Khadijah.
Ke Bali, jika khawatir terlalu terkesan profan, ada baiknya diselingi ritus ziarah makam. Sekedar napak tilas dakwah Islam atau bertawassul, semua tak ada jeleknya, Inilah pariwisata Bali dengan kemasan religi. Ada tujuh pesona situs wali di Bali diantaranya adalah 1. Pangeran Mas Sepuh alias Raden Amangkurat, yang punya nama Bali, Ida Cokordo. Ia putra Raja Mengwi I yang menikah dengan seorang putri muslimah dari Kerajaan Balambangan, Banyuwangi, Jawa Timur. 2. Dewi Khotijah Dewi Khadijahatau dikenal sebagai makam Keramat Pamecutan, terletak di Jalan Batu Karu, Pamecutan, Kampung Monang-Maning, Denpasar. Dewi Khadijah, bernama asli Ratu Ayu Anak Agung Rai 3. Syaikh Umar bin Maulana Yusuf al-Maghribi yang makamnya berada di Desa Bungaya Kangin, Kecamatan Bebandem, Karangasem 4. Habib Ali Zainal Abidin Al-Idrus yang juga dimakamkan di Desa Bungaya Kangin, Kecamatan Bebandem, Karangasem. 5. Habib Syaikh Mawlaya Yusuf al-Baghdadi al-Maghribi, yang dimakamkan tidak jauh dari makam Habib Ali bin Zainal Al-Idrus di Desa Bungaya Kangin, Kecamatan Bebandem, Karangasem. 6. Habib Ali bin Abubakar bin Umar al-Hamid, makamnya terdapat di Desa Kusumba, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung. Makam keramat ini terletak tak jauh dari selat yang menghubungkan Klungkung dengan pulau Nusa Penida. 7. Syaih Abdul Qadir Muhammad, yang nama aslinya Thee Kwan Pau-lie, di Desa Temukus, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng. Namun dari dua makam wali yang sempat terjamah ziarah, makam Raden Siti Khotijah memberi kesan tersendiri. Hujan mengguyur deras waktu rombongan keluarga MAN Tambakberas ziarah kesana. Hari itu, Rabu, 28 Desember 2010, bersamaan dengan kaum Hindu melaksanakan peribadatan di areal makam. Makam Siti Khotijah nama ini seperti yang tertulis di bangunan areal makam sepertinya hanya satu-satunya bangunan bernafas Islam di area seluas 9 ha pura milik raja Pamecutan di Denpasar. Siti Khotijah sendiri adalah putri kesayangan raja Pamecutan yang menikah dengan pangeran Cakraningrat IV dari Madura. Setelah menikah, dia masuk Islam dan mengikuti suaminya ke Madura. Suatu hari, raja Pamecutan melaksanakan hajat upacara besar, Ngaben. Khotijah, disamping rindu kampung halaman juga sangat ditunggu oleh ayahnya yang lama tak bertemu. Pulanglah ia dikawal 40 orang terdiri dari 20 pengawal dan 20 dayang. Suatu maghrib, Khotijah hendak melaksanakan sholat dengan mengenakan rukuh. Sang Patih yang melihat penampilannya mengira Khotijah sedang melaksanakan ritual per-Leak-an. Lazimnya, penganut leak melaksanakan ritual pada saat menjelang pergantian siang dan malam. Dan hukum yang berlaku di kerajaan Pamecutan adalah menghukum mati semua penganut leak. Kejadian hari itu dilaporkan Patih kepada raja Pamecutan. Dengan hati sedih, raja menyuruh kepala pengawal untuk membawa sang Putri ke sebuah taman dan mengeksekusinya disana. Saat dibawa ke taman, sang Putri mengetahui maksud para utusan raja. Diapun melambari dengan perkatannya " Aku tahu maksud kalian. Tapi ketahuilah bahwa tubuhku tak mempan senjata apapun. Kalau kau ingin melaksanakan titah raja, lakukan dengan senjataku ini. Tapi ingat, kalau jenazahku nanti berbau busuk, berarti aku memang betul2 penganut leak, tapi jika tubuhku wangi, maka aku tidak bersalah", kata Putri sambil menyerahkan sebatang tusuk konde emas yang dibungkus daun sirih, senjata yang diberi suaminya, Cakraningrat sebagai bekal untuk berjaga-jaga selama di Bali. Sebelumnya Sang Putri mewanti-wanti agar dibangunkan makam Islam di tempat dia terbunuh. Semerbak harum dupa menjelajah seluruh area taman raja Pamecutan, begitu darah putri mengalir seiring tusuk konde yang ditusukkan Sang Pengawal ke tubuh Sang Putri. Sesuai pesan putrinya, raja Pamecutan membuatkan makam Islam untuk putri kesayangannya dan memerintahkan Kepala Pengawal untuk menjaga kuburannya hingga ke anak turunnya nanti, meskipun mereka tetap menganut ajaran Hindu. Di samping makam Siti Khotijah tumbuh pohon keramat yang konon berasal dari rambutnya. Daun pohon ini diyakini mempunyai khasiat penyembuhan, tidak saja bagi peziarah Islam, tapi juga para penganut Hindu di sekitarnya. Sedangkan 40 pengawal dari Madura di anugerahi tanah dan tak boleh kembali ke Madura. Mereka ini menjadi cikal bakal penghuni kampung Jawa yang terkenal itu. Satu hal yang menurut saya unik adalah, pak Mangku, juru kunci, cucu Kepala pengawal raja Pamecutan itu penganut Hindu tulen. Beberapa makam wali di Bali juga dijaga juru kunci dan diziarahi para penganut Hindu pada hari peribadatan, mereka membakar kemenyan di tempat tersebut. Yang meninggal saja bisa mengayomi beberapa umat, mengapa yang hidup tidak?
Upayauntuk mencari celah peraturan BPJS tersebut, dengan cara para dokter itu bisa bekerja di RS Siti Khadijah di luar jam praktik mereka, juga tak membawa hasil. Kini, demi memenuhi syarat adanya dokter tetap, rumah sakit ini sudah "menarik" seorang dokter ahli jantung dari daerah tetangga, Jambi yang bersedia menjadi dokter tetap di sana. Jakarta - Pada 10 Ramadhan, istri Nabi Muhammad SAW, Siti Khadijah meninggal dunia. Dia dimakamkan di sebuah komplek pemakaman bernama Al Ma' sirah Nabawiyah, Siti Khadijah wafat pada bulan Ramadan di tahun ke 10 kenabian. Sesaat sebelum meninggal, wanita yang pertama mengakui kenabian Nabi Muhammad SAW menyampaikan permohonan maaf kepada Rasulullah SAW."Ya Rasulullah Aku memohon maaf kepadamu, jika selama menjadi istrimu aku belum berbakti kepadamu," kata Khadijah seperti dikutip Tim Hikmah detikcom dari Kitab Al-Busyro fi manaqib sayyidati khodijah Al Kubro halaman 16. Namun, nabi Muhammad SAW menjawab, "Jauh dari itu ya Khadijah. Engkau telah mendukung dakwah Islam sepenuhnya." jawab Nabi Muhammad Khadijah meninggal dunia di usia 65 tahun di pangkuan Rasulullah SAW. Beliau dan Rasulullah SAW dikaruniai enam orang anak, yaitu Abdullah, Al-Qasim, Zainab, Ruqayyah, Fatimah Az-Zahra dan Ummi KalsumBeliau kemudian dimakamkan di Komplek pemakaman Al Ma'la atau Mu'alla yang berada di sebelah timur Masjidil Haram. Letaknya pun menghadap kiblat ke arah masjidil Haram. Menurut Haramain Sharifain, beliau diyakini wafat pada 10 Ramadan."Tempat peristirahatan Ummul Mu'mineen Khadijah RA, istri pertama Nabi Muhammad dan dimakamkan di pemakaman Mu'alla di Mekkah bersama putra sulung mereka, Qasim. Khadijah diyakini meninggal pada 10 Ramadan."Melansir situs Kemenag, komplek pemakaman Ma'la tak seperti kebanyakan pemakaman umum di Indonesia. Setiap makamnya tanpa nisan dan gundukan, hanya sebuah batu besar sebesar kepalan tangan orang dewasa sebagai merupakan nama salah satu kawasan di kota Mekkah, sejak dahulu sudah jadi tempat pemakaman nenek moyang bangsa Arab yang bermukim di Kota Mekkah. Menurut situs Welcome Saudi, di sini pula dimakamkan ibu dari Nabi Muhammad Siti Aminah, Kakek tercinta Abdul Muthalib hingga Paman Nabi Abu Thalib. Simak Video "Jual Parsel Buah-buahan, Pedagang Lumajang Raih Untung 10 Kali Lipat" [GambasVideo 20detik] elk/elk Zamanprasejarah Bali merupakan awal dari sejarah masyarakat Bali, yang ditandai oleh kehidupan masyarakat pada masa itu yang belum mengenal tulisan. Baginda kemudiannya kawin dengan Siti Khadijah dan menjalani kehidupan yang selesa dan aman. Namun demikian, Makam di Gresik adalah makam Fatimah binti Maimun, berangka tahun 1082M,
Jika Anda berkunjung ke Kota Denpasar, Bali. Tepatnya di kawasan sekitar Jalan Gunung Batukaru, Pemecutan, Kec. Denpasar Barat Kota Denpasar, tentu Anda akan menemukan Situs berupa relik Islam yang cukup bersejarah. Yaitu Makam Keramat Agung Raden Ayu Siti Hadijah Pemecutan. Makam ini di samping sebagai salah satu situs Islam yang cukup terkenal di Bali namun juga merupakan bagian dari benda pusaka warisan Puri/Keraton Pemecutan Badung. Raden Ayu Siti Hadijah Pemecutan yang bernama asli Gusti Ayu Made Rai sebelum memeluk agama Islam adalah seorang wanita mu’allafah yang sangat taat beragama. Beliau mendapatkan pelajaran agama Islam langsung dari Sang Suami yang sangat dicintainya. Yaitu Raja Bangkalan Madura Cakraningrat IV. Dari sinilah beliau sempat mendapatkan anugerah kekeramatan dari Allah SWT. meskipun beliau selaku Putri Raja Bali yang berdarah biru ini, belum sempat mendapatkan keturunan dari suaminya Raja Madura itu. Karena ditakdirkan tutup usia di masa masih belum berapa lama hidup bersama suaminya di Keraton Bangkalan Madura. Raden Ayu Siti Hadijah adalah putri Raja Pemecutan Denpasar Bali sebagai Istri/Permaisuri keempat Raja Bangkalan Madura Cakraningrat IV di samping ada tiga istrinya yang hidup di Kraton Bangkalan Madura. Ada beberapa versi penulisan tentang sejarah dipersuntingnya Putri Raja Pemecutan Gusti Ayu Made Rai oleh Pangeran Cakraningrat IV Bangkalan Madura sebelum menjadi raja. Ada yang menulis peristiwa itu berhubungan dengan peperangan antara Puri Pemecutan dengan Puri Mengwi yang berhasil dimenangkan oleh Puri Pemecutan atas Jasa Pangeran Cakraningrat IV. Ada juga yang menulis bahwa hal itu berhubungan dengan sayembara yang diadakan oleh Raja Pemecutan. Saat itu dimenangkan oleh pangeran Cakraningrat IV dari Bangkalan Madura yang berhasil menyembuhkan penyakit kuning hepatitis yang diderita oleh Putri Raja Pemecutan itu. Menurut Jro Mangku Made Puger juru kunci Makam keramat Agung Pemecutan bahwa perkawinan antara Raden Ayu Siti Hadijah dengan Pangeran Cakraningrat IV itu memang berhubungan erat dengan Sayembara yang diadakan oleh Raja Pemecutan III yang bernama Kiai Arya Ngurah Pemecutan yang bergelar Ida Bhatara Maharaja Sakti. Kisah itu bermula dari keberadaan putri raja Pemecutan ini yang sangat cantik dan mempesona tersohor di beberapa Puri/Keraton di Bali dan menjadi perbincangan hangat di kalangan para pangeran. Tidak sedikit para pangeran dari kerajaan lain di Bali maupun di luar Bali yang mengincar untuk mempersunting putri raja Pemecutan ini karena kecantikannya dan merupakan putri Raja yang sangat disayanginya. Namun Sang Putri ini tanpa diduga sebelumnya ternyata terkena dan mengidap penyakit kuning hepatitis yang sulit disembuhkan. Bertahun-tahun penyakit itu diderita oleh Sang Putri Pemecutan namun tak dapat disembuhkan meski sejumlah Balian dukun telah dipanggil untuk mengobati putri kesayangan raja. Pada suatu saat, ayahnya yakni Sang Raja yang langsung melakukan tapa semedi sendiri untuk meminta petunjuk kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa dalam rangka kesembuhan putrinya. Ternyata dalam tapa itu Sang Raja mendapat pawisik bisikan dari Yang Maha Kuasa agar beliau memerintahkan seluruh patih kerajaan untuk mempersiapkan pengumuman sayembara. Pengumuman sayembara itu dilakukan tak hanya di Bali, tetapi juga bagi kerajaan lain di luar Bali. Ada dua titah raja pada sayembara tersebut. Pertama, barang siapa yang dapat mengobati dan menyembuhkan penyakit anaknya, kalau dia perempuan akan diangkat menjadi anak angkat raja. Kedua, kalau dia laki-laki, jika memang jodohnya mau mengawininya akan dinikahkan dengan putrinya itu siapapun orangnya. Ternyata Sayembara itu terdengar sampai di kerajaan Mataram Yogyakarta sehingga salah seorang Guru spritual di keraton itu tertarik dengan sayembara itu lalu kemudian Sang Guru ini ingat dengan muridnya yakni seorang Pangeran yang berasal dari Bangkalan Madura. Dialah Cakraningrat IV yang memang diakuinya sebagai muridnya yang cukup memiliki ilmu tentang pengobatan di samping ilmu kanuragan yang tinggi. Saat itu juga muridnya ini dipanggil menghadap ke keraton Yogyakarta lalu sang guru memerintahkan berangkat ke Bali untuk mengikuti sayembara itu. Dengan dikawal sebanyak 40 orang pengawal dari keraton Yogyakarta, Pangeran dari Madura Cakraningrat IV ini berangkat berlayar menuju Pulau Bali hingga akhirnya sampai di Puri Pemecutan Denpasar. Pangeran Cakraningrat IV langsung menemui Raja Pemecutan dan mengutarakan maksud kedatangannya sesuai dengan isi sayembara yang dia dengar dari gurunya untuk mengobati penyakit tuan putri yang tengah sakit keras. Tidak berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam peraktek pengobatan yang dilakukan oleh Pangeran Cakraningrat IV terhadap Tuan Putri dengan izin Allah SWT. hingga akhirnya Tuan Putri sembuh total dari penyakit yang dideritanya sejak bertahun tahun lamanya. Di saat itulah Pangeran Cakraningrat IV terpesona dengan kecantikan putri kesayangan Raja Pemecutan ini hingga akhirnya Sang Putri dipersunting oleh Pangeran Cakraningrat IV dan sekaligus dibawa ke Madura dan tinggal di Keraton Bangkalan. Suatu hari, Raden Ayu Siti Khodijah meminta izin kepada suaminya, Pangeran Cakraningrat IV untuk pulang sebentar ke kampung halamannya di Bali. Beliau sangat rindu dengan ayah, ibu dan keluarga besarnya di Kerajaan Pemecutan. Pangeran Cakraningrat IV mengizinkan istri kesayangannya itu untuk berkunjung pulang ke kediaman orang tuanya di Bali. Beliau memerintahkan pengawal dan dayang-dayang keraton sebanyak 40 orang untuk mengawal Raden Ayu Siti Khodijah menuju Pulau Bali. Sebelum berangkat ke Bali, Pangeran Cakraningrat IV memberikan bekal kepada istrinya berupa benda pusaka antara lain, guci, keris dan pusaka cucuk konde yang diselipkan di rambut Raden Ayu Siti Khodijah. Dalam perjalanan Raden Ayu Siti Khodijah dari tanah Bangkalan menuju Bali yang berlangsung dalam beberapa hari. Sementara itu keluarga besar Kerajaan Pemecutan tengah mempersiapkan upacara Maligia. Sesampainya di Kerajaan/Puri Pemecutan, Raden Ayu Siti Khodijah dan rombongan disambut baik oleh keluarga besarnya di Kerajaan Pemecutan dan mereka saling melepas kerinduan. Beberapa hari berselang rombongan dari Madura Kerajaan Bangkalan ini berada di Keraton, suatu saat pada waktu Maghrib tiba, Raden Ayu Siti Khotijah sebagai seorang muslimah yang sholehah tentu bersegera untuk menunaikan sholat Maghrib di Merajan Istana, tempat suci bagi umat Hindu. Karena tidak ada tempat lain yang layak untuk ditempati bersembahyang Sholat. Seperti biasa, Raden Ayu Siti Khodijah waktu itu sedang mengenakan mukena putih dan menghadap ke arah Barat kiblat. Hal ini belum pernah terjadi di lingkungan kerajaan/puri hal seperti itu yang membuat kecurigaan keluarga kerajaan/ puri Pemecutan. Para patih kerajaan melihat Raden Ayu Siti Khotijah yang tengah menunaikan kewajibannya sebagai umat Muslim maka Patih kerajaan menganggap aneh cara sembahyang Raden Ayu Siti Khotijah. Sebaliknya, patih menduga Raden Ayu Siti Khodijah tengah mengeluarkan mantra ilmu hitam leak. Sontak ia melaporkan hal tersebut kepada Raja Pemecutan yang tak lain ayah Raden Ayu Siti Khotijah. Raja sangat marah mendapat laporan patihnya. Kemudian Raja memerintahkan agar Raden Ayu Siti Khodijah dibunuh saja karena sudah melakukan kesalahan yang tidak bisa diampuni. Oleh karena Raja salah paham menganggap bahwa putrinya itu telah membawa aib bagi keluarga Kerajaan sehingga Sang Raja harus menanggung malu yang sangat berat. Peristiwa ini terjadi akibat kesalahpahaman sang raja saja. Patih kerajaan akhirnya mengajak Raden Ayu Siti Khodijah ke depan Pura Kepuh Kembar. Raden Ayu Siti Khodijah sebelumnya mengaku telah memiliki firasat jika ia akan dibunuh. Maka, ia pun meninggalkan beberapa pesan kepada patih sebelum dihukum mati dan mengembuskan nafas terakhirnya. “Janganlah saya dibunuh dengan memakai senjata tajam karena itu tidak akan dapat membunuh saya. Pakailah cucuk konde saya ini yang telah disatukan dengan daun sirih dan diikat benang Tridatu benang tiga warna; putih, hitam dan merah. “Nanti lemparlah cucuk konde ini ke arah dada saya sebelah kiri. Apabila saya sudah meninggal, dari badan saya akan keluar asap. Bila asap yang keluar dari badan saya berbau busuk, silahkan paman patih tanam mayat saya sembarangan. Tapi, jika asap dari badan saya berbau harum, tolong buatkan saya tempat suci yang disebut keramat,” pesan Raden Ayu Siti Khodijah. Benar saja, begitu cucuk konde ditancapkan ke tubuhnya, saat itu keadaan Raden Ayu Siti Khodijah serta merta mengucur darah segar dari tubuhnya karena tusukan itu menghujam di tubuhnya dan tiba tiba jasadnya mengeluarkan asap dan aroma harum. Kejadian aneh ini lalu dilaporkan kepada raja. Namun apa yang terjadi ternyata Sang Raja sangat menyesali atas keputusannya itu, bahwa Putri kesayangannya yang telah tiada itu ternyata adalah seorang suci dan memiliki kekeramatan dari Tuhan. Petaka ini terjadi akibat kesalahpahaman sang Raja ayahandanya yang pada akhirnya mengundang penyesalan seumur hidupnya akibat titah itu. Meskipun sebelum wafat, Raden Ayu Siti Khodijah sendiri sempat berusaha membantah tuduhan tersebut. Akan tetapi alasan itu tidak ada satu pun pihak di lingkungan puri yang menyokongnya agar terbebas dari hukuman mati. Tapi apa mau dikata nasi sudah jadi bubur. Bahkan, terakhir dia juga sempat berwasiat jika nanti jenazahnya berbau harum maka minta dimakamkan layaknya orang Muslim dan berarti tidak bersalah. Namun jika jenazahnya tidak berbau busuk, maka silakan dibakar diaben. Saat itu, begitu jasad Raden Ayu Siti Khodijah dikebumikan, tiba tiba muncul dan tumbuh dengan sendirinya sebatang pohon setinggi kira-kira 50 sentimeter di atas bagian tengah makam beliau. Setiap kali dicabuti tetap saja tumbuh lagi sampai tiga kali pohon itu dicabuti tumbuh kembali. Akhirnya dibiarkan saja tumbuh. Pohon itu sampai hari ini masih tetap tumbuh meskipun telah hidup berabad abad lamanya semacam pohon abadi sebagai bukti kekeramatan putri Raja Pemecutan yang beragama Islam itu. Konon, pohon itu dipercayai tumbuh dari rambut jasad Almarhumah Raden Ayu Siti Khodijah hingga akhirnya dinamai pohon rambut atau taru rambut. Adapun Cakraningrat IV sendiri kini dimakamkan di Pemakaman Aer Mata Air Mata Desa Buduran, Kecamatan Arosbaya, Kabupaten Bangkalan. Sebelumnya jenazah Cakraningrat IV dimakamkan di Tanjung Harapan, Afsel, pada tahum 1745. Oleh karena Raja Cakraningrat IV ini pernah dibuang oleh penjajah Belanda ke Afrika Selatan karena keberaniannya melawan dan menentang penjajah Belanda dan meninggal di sana. Sedangkan pengawal dan dayang dayang sebanyak 40 orang yang mengawal Raden Ayu Siti Khodijah dari Madura ke Bali yang terdiri dari laki-laki dan perempuan yang sedang dirundung kesedihan dengan wafatnya tuan permaisuri. Oleh karena kasetiaan mereka kepada Permaisuri Rajanya yang telah meninggalkan mereka untuk selamanya dari peristiwa berdarah di Puri Pemecutan itu, terpaksa mereka tinggal di Bali dan tidak pernah kembali lagi ke Madura dan kemudian dihadiahi oleh Raja Pemecutan tempat tinggal suatu perkampungan pelungguhan untuk tinggal di situ yang kemudian sekarang dikenal dengan nama Kampung Muslim Kepaon Denpasar berjarak sekitar kilometer sebelah tenggara dari makam Keramat Agung Raden Ayu Siti Hadijah Pemecutan sebagai kampung komunitas Madura, Jawa dan Bugis di kota Denpasar sampai saat ini. Wallahu a’lam bi shawab. Oleh Drs. H. Bagenda Ali, Buku “Awal Mula Islam di Bali”
KetuaMajelis Syura PKS Dr. Salim Segaf Aljufri memimpin rombongan DPP PKS berziarah ke makam Jannatul Ma'la, Jum'at (15/4) lalu. msn kembali ke beranda msn berita pencarian web Setelah memeluk agama Islam, Raden Ayu Siti Khotijah rajin menunaikan kewajiban agama. Sholat lima waktu tak pernah ditinggalkannya. Dream - Raja Pemecutan Denpasar memiliki seorang putri cantik yang amat disayangnya. Putri Raja Pemecutan bernama Gusti Ayu Made Rai. Raja Pemecutan begitu menyayanginya. Kecantikannya tersohor se-Bali. Sehingga tak sedikit pangeran dari kerajaan lain yang ingin mempersunting Gusti Ayu Made Rai. Saat beranjak remaja, musibah menimpa Gusti Ayu Made Rai. Ia terkena penyakit kuning liver. Bertahun-tahun penyakit itu tak dapat disembuhkan meski sejumlah Balian dukun telah dipanggil untuk mengobati putri kesayangan raja. Pada suatu saat, ayah Gusti Ayu Made Rai melakukan tapa semedi untuk meminta petunjuk Tuhan Yang Maha Esa untuk kesembuhan putrinya. " Ayah Gusti Ayu Made Rai mendapat pawisik bisikan dari Yang Maha Kuasa agar beliau memerintahkan seluruh patih kerajaan untuk mempersiapkan pengumuman sayembara," kata Jro Mangku I Made Puger, juru kunci makam Raden Ayu Pemecutan alias Raden Ayu Siti Khotijah saat ditemui Senin 6 Juni 2016. © Dream Pengumuman sayembara itu dilakukan tak hanya di Bali, tetapi juga bagi kerajaan lain di luar Bali. Ada dua titah raja pada sayembara tersebut. Pertama, barang siapa yang dapat mengobati dan menyembuhkan penyakit anaknya, kalau dia perempuan akan diangkat menjadi anak angkat raja. Kedua, kalau dia laki-laki, jika memang jodohnya akan dinikahkan. " Sabda sayembara Raja Pemecutan didengar oleh ulama dari Yogyakarta. Ulama ini memiliki ilmu kebatinan tinggi dan memiliki anak didik kesayangan dari Bangkalan, Madura bernama Pangeran Cakraningrat IV," tutur Jro Mangku. Ulama dari Yogyakarta itu memanggil Pangeran Cakraningrat IV untuk datang ke Yogyakarta. Setelah menghadap, sang ulama memerintahkan agar Pangeran Cakraningrat IV pergi ke tanah Bali untuk menemui Raja Pemecutan Badung. Singkat cerita, Pangeran Cakraningrat IV berangkat ke Bali ditemani oleh 40 orang prajurit. Sesampainya di Kerajaan Pemecutan, Pangeran Cakraningrat IV langsung menemui Raja Pemecutan dan mengutarakan maksud untuk mengobati tuan putri yang tengah sakit keras. © Dream " Pada saat pertemuan pertama dan bertatap mata antara Pangeran Cakraningkrat IV dan Gusti Ayu Made Rai, beliau berdua sudah jatuh cinta," ucap Jro Mangku. Selanjutnya, Pangeran Cakraningkrat IV membacakan mantra untuk menyembuhkan penyakit tuan putri. Pangeran Cakraningrat IV berhasil menyembuhkan putri kesayangan raja. Sesuai janji raja, keduanya pun dinikahkan. Bukan karena janji semata, pernikahan itu memang dilandasi cinta oleh Pangeran Caraningkrat IV dan Gusti Ayu Made Rai. Beberapa saat setelah menikah, Pangeran Cakraningrat IV mohon pamit kembali ke Bangkalan, Madura. Gusti Ayu Made Rai yang telah sah menjadi istrinya diajak ikut serta. Di Bangkalan, Madura, kedua mempelai diupacarai secara Islami. Gusti Ayu Made Rai menjadi muallaf pemeluk agama Islam. Nama beliau diubah menjadi Raden Ayu Siti Khotijah alias Raden Ayu Pemecutan. Setelah memeluk agama Islam, Raden Ayu Siti Khotijah rajin menunaikan kewajiban agama. Sholat lima waktu tak pernah ditinggalkan oleh istri keempat Pangeran Cakraningrat IV itu. Suatu hari, Raden Ayu Siti Khotijah meminta izin kepada suaminya, Pangeran Cakraningrat IV untuk pulang sebentar ke kampung halamannya di Bali. " Beliau rindu dengan ayah, ibu dan keluarga besar Kerajaan Pemecutan. Pangeran Cakraningrat IV mengizinkan beliau pulang ke Bali. Beliau memerintahkan pengawal dan dayang-dayang sebanyak 40 orang untuk mengawal Raden Ayu Siti Khotijah," kata Jro Mangku. Sebelum pergi ke Bali, Pangeran Cakraningrat IV memberikan bekal kepada istrinya berupa guci, keris dan pusaka yang diselipkan di rambut Raden Ayu Siti Khotijah. Dalam perjalanan Raden Ayu Siti Khotijah dari tanah Bangkalan menuju Bali, keluarga besar Kerajaan Pemecutan tengah mempersiapkan upacara Maligia. Sesampainya di Kerajaan Pemecutan, Raden Ayu Siti Khotijah dan rombongan disambut baik oleh keluarga besarnya. Saat Maghrib tiba, Raden Ayu Siti Khotijah menunaikan sholat di Merajan Istana, tempat suci bagi umat Hindu. Seperti biasa, Raden Ayu Siti Khotijah mengenakan mukena putih dan menghadap ke arah barat. Patih kerajaan melihat Raden Ayu Siti Khotijah tengah menunaikan kewajibannya sebagai umat Muslim. Patih kerajaan menganggap aneh cara sembahyang Raden Ayu Siti Khotijah. Sebaliknya, patih menduga Raden Ayu Siti Khotijah tengah mengeluarkan mantra ilmu hitam leak. Sontak ia melaporkan hal tersebut kepada Raja Pemecutan yang tak lain ayah Raden Ayu Siti Khotijah. Raja sangat marah mendapat laporan patih. Raja memerintahkan agar Raden Ayu Siti Khotijah dibunuh. © Dream Patih mengajak Raden Ayu Siti Khotijah ke depan Pura Kepuh Kembar. Raden Ayu Siti Khotijah mengaku telah memiliki firasat jika ia akan dibunuh. Maka, ia pun meninggalkan pesan kepada patih sebelum mengembuskan napas terakhir. " Janganlah saya dibunuh dengan memakai senjata tajam karena itu tidak akan dapat membunuh saya. Pakailah cucuk konde saya ini yang telah disatukan dengan daun sirih dan diikat benang Tridatu benang tiga warna; putih, hitam dan merah," kata Jro Mangku. " Nanti lemparlah cucuk konde ini ke arah dada saya sebelah kiri. Apabila saya sudah meninggal, dari badan saya akan keluar asap. Bila asap yang keluar dari badan saya berbau busuk, silahkan paman patih tanam mayat saya sembarangan. Tapi, jika asap dari badan saya berbau harum, tolong buatkan saya tempat suci yang disebut keramat," pesan Raden Ayu Siti Khotijah. Benar saja, begitu cucuk konde ditancapkan, dari tubuh Raden Ayu Siti Khotijah mengeluarkan asap dan aroma harum. " Kejadian ini dilaporkan kepada raja. Raja sangat menyesal atas keputusannya," tuturnya. Saat itu, begitu jasad Raden Ayu Siti Khotijah dikebumikan, tumbuhlah sebatang pohon setinggi 50 sentimeter di tengah makam beliau. Dicabuti sampai tiga kali pohon itu tumbuh kembali. " Kakek dan nenek saya yang saat itu ditugaskan menjadi juru kunci akhirnya bersemedi. Raden Ayu Siti Khotijah berpesan agar pohon yang tumbuh di tengah makam dipelihara dengan baik karena pohon ini tumbuh dari rambut beliau. Melalui pohon ini Allah SWT memberi mukjizat dan rezeki kepada umat yang berziarah," katanya. Hingga kini, pohon tersebut terus menjulang tinggi dan diberi nama pohon rambut atau taru rambut. Tiap harinya, selalu ramai umat Islam berkunjung ke makam Raden Ayu Siti Khotijah. Apalagi menjelang Ramadan seperti saat ini, sudah barang tentu ramai peziarah. Laporan Berry Putra, Bali Baca Juga Jalur Kereta Api Ini Menyimpan Kisah Pilu Muslim Desak Hagia Sophia Dibuka untuk Sholat Ramadan Unik di Saudi, dari Meriam hingga THR Gratis Lezatnya Menu Berbuka Puasa Khas dari Berbagai Negara Traveling Saat Ramadan? Wajib Perhatikan Hal Ini Marikita singkap kembali peristiwa yang sungguh mendebarkan jantung Rasululloh SAW. Peristiwa itu ialah penerimaan wahyu yang pertama di Gua Hira. Sekembalinya ke rumah, baginda berkata kepada istrinya tercinta,'Aku berasa khawatir terhadap diriku. Siti khadijah r.a berusaha menabahkan hati suami yang ditaatinya dengan berkata, 'Wahai

Suara Denpasar – Pulau Dewata Bali bukan soal pesona wisata pantai dan alam yang memikat hati para wisatawan mancanegara hingga domestik untuk datang. Tetapi juga memiliki wisata religi Islam yang tidak pernah diketahui pubik. Wisata islam ini menyimpan banyak peristiwa tentang penyebaran agama Islam pertama di Pulau Bali. Bahkan menyimpan berbagai kisah mistis. Di Bali sendiri ada 7 wisata religi yang keberadaan hingga saat ini masih terjaga dan masih dikunjungi oleh penduduk lokal Islam di Bali. Berikut 7 lokasi wisata religi Islam yang disarikan dari berbagai sumber yang ada Baca Juga3 Series dan Film Adhisty Zara Terbaru, Ada Virgo and The Sparklings 1. Makam Wali Negara atau Datuk Lebai Melayu Habib Ali Bin Umar Bafaqih Makam Habib Ali bin Umar Bafaqih lokasi tidak jauh dari pusat Kota Kabupaten Jembrana. Makam ini berlokasi di Jalan Nangka No. 145 Desa Loloan Barat Kecamatan Negara Jembrana. Sekedar diketahui lokasi makam dari Datuk Lebai Melayu kelahiran Banyuwangi Jawa Timur ini berada di Area Pondok Pesantren Syamsul Huda yang didirikannya pada tahun 1935. Menariknya, beliau saat mudanya pernah belajar memperdalam ilmu ke tanah Mekkah selama 7 tahun lamanya. Sepulangnya dari Makkah, beliau juga pernah mondok di salah satu pesantren di Jombang, sampai akhirnya beliau datang berdakwah di pulau Bali atas permintaan Datuk Kyai Haji Mochammad Said seorang ulama besar di Loloan untuk menyebarkan Agama Islam. Baca JugaSoal Transfer Raffi Ahmad, Aldila Jelita Merasa Diserang, Pengacara Indra Bekti Cuma Bercanda Maka tidak heran banyak dari warga Kabupaten Jembrana Bali mengikuti ajarannya dengan memeluk agam Islam. 2. Makam Wali Karangrupit, The Kwan Lie atau Syekh Abdul Qodir Muhammad Makam Syekh Abdul Qadir Muhammad terletak di Desa Temukus berada tepat di samping Pura Agung Labuan Aji, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng. Syekh Abdul Qadir Muhammad datang ke Bali untuk mensyiarkan agama Islam mulai dari Karangasem, Buleleng, hingga Jembrana. Kini makam beliau ramai dikunjungi oleh para peziarah dari dalam dan luar Bali. 3. Makam Wali Bukit Bedugul atau Syekh Habib Umar Bin Maulana Yusuf Al-Maghribi Makam Habib Umar Bin Maulana Yusuf Al-Maghribi yang berlokasi di Puncak Bukit Tapak, di tengah area hutan cagar alam kebun Raya Bedugul milik Perhutani Bali yang hutannya masuk sebagai wilayah konservasi. Makam Habib Umar Bin Maulana Yusuf Al-Maghribi merupakan salah satu Wali di Bali yang berjasa dalam mensyiarkan Islam di kawasan pegunungan Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Tabanan dan sekitarnya. Makam Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi ramai dikunjungi peziarah pada hari Sabtu dan Minggu, serta saat Hari Raya Idul Fitri. 4. Makam Wali Kembar Karangasem atau Syekh Maulana Yusuf Al-Baghdi dan Habib Ali Bin Zaenal Abidin Al-Idrus Makam Keramat Kembar Karangasem di Desa Bungaya Kangin, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem, Bali. Di dalam satu cungkup makam kembar ini terdapat makam Habib Ali bin Zainal Abidin al-Idrus berjajar dengan makam tua/kuno yang identitasnya masih simpang siur. Makam kembar Karangasem biasanya ramai dikunjungi peziarah menjelang bulan puasa, atau hari-hari libur. Peziarah mayoritas berasal dari Jawa dan Kalimantan. Sedangkan peziarah dari luar negeri yang datang rutin tiap tahun berasal dari Malaysia, Singapura, dan Maroko. 5. Makam Wali Kusamba atau Habib Ali bin Abu Bakar bin Umar Al-Khamid Makam ini terletak di tepi pantai Desa Kusamba, Kecamatan Dawah, Kabupaten Klungkung, Bali. Sewaktu hidupnya, Habib Ali bin Abu Bakar al-Hamid pernah menjadi penasehat dan guru bahasa Melayu bagi Raja Klungkung saat itu, Dalem I Dewa Agung Jambe. Selama menjalankan tugasnya, Habib Ali juga memanfaatkan waktunya untuk berdakwah kepada keluarga istana dan orang-orang yang berhubungan dengannya. Keberadaan makam Habib Ali sangat dikeramatkan oleh penduduk setempat, baik umat Islam maupun Hindu. Hal ini terbukti dari para peziarah yang tidak hanya berasal dari kalangan Muslim, melainkan juga dari mereka yang beragama Hindu. 6. Makam Wali Seseh Mengwi, Pangeran Mas Sepuh atau Syeh Achmad Chamdun Choirussoleh Pangeran Mas Sepuh atau Syeh Achmad Chamdun Choirussoleh berlokasi di Banjar Seseh, Desa Cemagi, Kecamatan Mengwi, Badung. Syekh Achmad Chamdun Choirussholeh atau Raden Amangkuningrat atau Pangeran Mas Sepuh adalah sosok sakti mandraguna putra dari Raja Mengwi I dengan ibundanya adalah putri dari Kerajaan Blambangan, Banyuwangi, Jawa Timur. Pangeran Mas Sepuh datang ke Bali semata-mata ingin menemui ayahnya di Mengwi. Sebab, Pangeran Mas Sepuh tidak pernah bertemu sang ayah sejak lahir ke dunia. Banyak cerita menyebutkan bahwa Raja Mengwi I meninggalkan Blambangan dan kembali ke istananya di Mengwi, saat Pangeran Mas Sepuh masih dalam kandungan. Setibanya Pengeran Mas Sepuh di Kerajaan Mengwi, ternyata sang ayah telah wafat. Terjadilah perselisihan dengan keluarga Kerajaan Mengwi, hingga akhirnya Pangeran Mas Sepuh meninggalkan istana. Saat dalam perjalanan setelah keluar dari Kerajaan Mengwi, segerombolan orang menyerang Pangeran Mas Sepuh. Pertempuran hebat pun terjadi, namun tak satu pun senjata dari gerombolan orang itu yang mampu melukai Pangeran Mas Sepuh. 7. Makam Ratu Ayu Anak Agung Rai atau Raden Ayu Siti Khotijah. Makam Pangeran Sosrodiningrat berlokasi di dekat terminal bus kota Denpasar. Sedangkan makam Ratu Ayu Anak Agung Rai, Dewi Khodijah berada di jalan Batu Karu kota Denpasar Barat, searah dengan jalan menuju perumnas Monang-maning Denpasar. Pangeran Sosrodiningrat adalah seorang senopati dari Mataram yang terdampar di pulau Bali saat sedang berlayar menuju Ampenan pulau Lombok. Di pulau Bali, Pangeran Sosrodiningrat kemudian dimintai kesediaannya oleh Raja I Gusti Gede Pamecutan untuk memimpin prajurit yang sedang berperang melawan Kerajaan Mengwi. Raja Pamecutan juga berjanji kepadanya apabila perang telah usai dan meraih kemenangan, maka ia akan dinikahkan dengan putrinya. Karena jasanya membantu Raja Pamecutan meraih kemenangan, Pangeran Sosrodiningrat akhirnya dinikahkan dengan putrinya, Ratu Ayu Anak Agung Rai. Setelah dipersunting oleh Pangeran Sosrodiningrat, Raden Ayu kemudian memeluk agama Islam dan namanya diganti menjadi Raden Ayu Siti Khotijah. Setelah menikah, Raden Ayu juga bersungguh-sungguh dalam menekuni, mempelajari dan melaksanakan ajaran Islam secara baik. Namun dianggap oleh keluarganya bahwa itu adalah ajar sesat, siti khadijah akan tahu bahwa beliau akan dibunuh oleh utusan sang raja. Sebelum dibunuh dia menyampaikan pesan untuk lemparlah cucuk kondenya ke arah dada siti khadijah sebelah kiri. Jika sudah meninggal, dari badan akan keluar asap. Bila asap yang keluar dari badan saya berbau busuk, meminta untuk dimakamkan sembarangan. Tapi, jika asap dari badan berbau harum, tolong dibuatkan tempat suci yang disebut keramat. Apa yang terjadi benar saja meninggal dengan keadaan bau harum serta makamnya terus menjulang pohon yang dianggap tumbuh dari rambut siti khadijah. Kini makam keduanya ramai menjadi tujuan tempat berziarah bagi para peziarah yang datang baik dari Bali maupun dari luar pulau Bali. ***

Suatuhari, Raden Ayu Siti Khotijah meminta izin kepada suaminya, Pangeran Cakraningrat IV untuk pulang sebentar ke kampung halamannya di Bali. " Beliau rindu dengan ayah, ibu dan keluarga besar Kerajaan Pemecutan. Pangeran Cakraningrat IV mengizinkan beliau pulang ke Bali. Fx0rjrt.
  • 75p7nzqlaz.pages.dev/565
  • 75p7nzqlaz.pages.dev/120
  • 75p7nzqlaz.pages.dev/400
  • 75p7nzqlaz.pages.dev/129
  • 75p7nzqlaz.pages.dev/477
  • 75p7nzqlaz.pages.dev/509
  • 75p7nzqlaz.pages.dev/215
  • 75p7nzqlaz.pages.dev/370
  • sejarah makam siti khadijah di bali